 
                JAKARTA - Berbagai jenis terapi untuk menghadapi permasalahan psikologis terus mengalami perkembangan. Sebut saja terapi humanistik, konseling, kognitif, maupun perilaku menjadi sejumlah bentuk terapi yang umum digunakan. Lantas, seperti apa terapi seni (art therapy)?
Terobosan baru ini dinilai mampu untuk memberikan pelayanan psikologi bagi mereka yang tengah mengalami problem dan tekanan hidup sama seperti terapi psikologi lainnya. Terutama bagi mereka yang sulit berkomunikasi secara verbal.
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai terapi seni, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengundang salah satu pakar terapi seni, yaitu Evelin Witruk. Peneliti dan psikolog di Institute for Psychology, bagian Pendidikan dan Psikologi Rehabilitasi, Faculty of Biosciences, Pharmacy, and Psychology di Universitas Leipzig, Jerman tersebut berbagi pengalaman dan ilmunya kepada mahasiswa dan para psikolog di Fakultas Psikologi UGM.
Menurut Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi UGM Adiyanti, kehadiran Witruk diharapkan bisa menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa dan para psikolog di Yogyakarta dan sekitarnya tentang terapi seni.
“Kebetulan, dalam pengembangan art therapy, Witruk menekankan kepada painting dan drawing,” kata Adiyanti seperti dikutip dari situs UGM, Rabu (28/3/2012).
Dia menyebutkan, selama ini mahasiswa maupun profesi psikolog lebih banyak dikenalkan pada pendidikan dan latihan terapi psikologi di tingkat individu, kelompok maupun komunitas, dengan terapi yang masih bersifat konvensional.
Adiyanti menambahkan, terapi seni yang dikembangkan oleh Witruk telah dipraktikkan terhadap anak-anak korban tsunami di Aceh. "Terapi seni yang dilakukan kepada anak-anak korban tsunami Aceh ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami," ujarnya.
Menurut Adiyanti, terapi seni cukup terbuka untuk dikembangkan di Indonesia mengingat sifatnya yang bebas budaya (free culture). Dia menyebutkan, untuk dapat menilai dan memberi solusi kepada seseorang yang tengah menghadapi persoalan psikologi bisa dilihat dari kemampuannya menggambar.
“Terapi ini bisa dilakukan terhadap anak-anak, remaja, hingga orangtua. Misalnya, mereka yang bisa menggambar dan tidak bisa menggambar akan terlihat persoalan psikologi yang tengah dihadapi sehingga segera dicari pemecahannya,” tutur Adiyanti.
Workshop terapi seni ini, lanjutnya, masih tahap awal. Ke depan, masih akan dilakukan pelatihan yang lebih intensif kepada para mahasiswa dan psikolog tentang teknik terapi seni.(mrg)
(Rani Hardjanti)