JAKARTA – Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang Presiden kelima RI Megawati Soekarno Putri untuk menghadiri Kongres Partai Demokrat di Surabaya, Selasa (12/5/2015). Namun, sejumlah kalangan menilai, konflik politik keduanya bakal membuat Megawati tidak hadir.
SBY dan Megawati bukan kepala negara pertama dan kedua yang mempertontonkan permusuhan. Presiden sebelumnya, pernah memperlihatkan ketidaksukaan. Setidaknya ada tiga konflik sesama presiden.
Pertama dan terhangat adalah ketika Megawati merasa dikhianati SBY pada Pemilu 2004. Kejadian bermula pada akhir 2003. Kala itu, SBY menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di bawah pimpinan Presiden Megawati.
Lalu, santer dikabarkan SBY bakal mencalonkan diri sebagai presiden. Iklannya muncul di media massa. Hal tersebut membuatnya dikucilkan di kabinet. Pada sebuah rapat di Istana Negara, Mega bertanya tentang ada tidaknya menteri yang mencalonkan diri sebagai presiden. Tidak ada yang menjawab.
Jelang penutupan pendaftaran calon presiden, Megawati mendapat informasi SBY maju sebagai presiden pada Pemilu 2004. Hal itu dinilai memicu kekecewaan putri Presiden pertama RI tersebut. Setelah itu, Megawati enggan menjabat tangan SBY. Menemuinya pun tidak, seperti kemungkinan tidak hadir pada Kongres Partai Demokrat pimpinan SBY hari ini.
Kedua, konflik politik antara Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Megawati yang kala itu menjabat wakil presiden. Saat itu, hubungan Gus Dur dengan lembaga legislatif tidak baik. Hal itu berujung pada pemakzulan Guru Bangsa tersebut dari kursi presiden pada 2001.
Imbasnya, Gus Dur juga marah kepada Megawati. Sebab ketika Gus Dur lengser, maka secara otomatis ibu dari Puan Maharani tersebut diangkat jadi presiden.
Konflik keduanya terus berlanjut beberapa tahun kemudian. Pada 2002 bertindak sebagai presiden, Megawati menghadiri Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Gus Dur hadir dan keduanya bertemu. Namun ketika bersalaman, Mega justru melewati Gus Dur. Setelah itu, pria berkacamata tersebut meninggalkan acara.
Lalu konflik juga terjadi antara Presiden kedua RI Soeharto dengan Presiden ketiga RI BJ Habibie. Pada Mei 1998, Soeharto berniat mundur dari jabatannya sebagai presiden karena desakan politik. Niat itu diutarakan kepada Habibie yang saat itu menjabat wakil presiden.
Soeharto mengajak Habibie ikut mundur. Namun, pria berjuluk Bapak Teknologi tersebut menolak. Kontan, Soeharto terdiam. Sebab, jika ayah Tommy Soeharto itu mundur, maka Habibie secara otomatis diangkat jadi presiden.
Sejak kejadian itu, sang Jenderal Murah Senyum tak lagi menyapa Habibie. Ketika berpapasan, Soeharto tidak menoleh Habibie. Bahkan ketika sakit dan pada detik-detik meninggal, Habibie tidak diperbolehkan membesuk Soeharto.
(Abu Sahma Pane)