MOJOKERTO tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Di tempat ini, tercatat ribuan prajurit gugur dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Bahkan, Mojokerto merupakan salah satu daerah yang menjadi benteng terakhir pasukan kemerdekaan di Jawa Timur.
Hal itu diperkuat dengan banyaknya fakta sejarah yang ditemukan di daerah berjuluk Bumi Majapahit ini. Ada ratusan monumen perjuangan di tempat ini. Kendati kini satu persatu mulai hancur akibat minimnya kesadaran pemeritah dalam melakukan pengawasan.
Salah fakta sejarah adanya perjuangan di Mojokerto yakni Taman Makam Pahlawan Gajah Mada, di Jalan Gajah Mada, Kota Mojokerto, Jawa Timur. Di tempat ini, ribuan jasad pahlawan terbaring. Deretan batu nisan itu menjadi saksi bisu kegigihan para pejuang mempertahankan setiap jengkal tanah dari keberingasan pasukan Belanda di tahun 1946.
Di mana pasca Soekarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, pasukan Sekutu yang membonceng tantara NICA Belanda (Britania Raya), kembali ke Tanah Air dan bermaksud kembali menduki Bumi Pertiwi. Tentunya, hal itu membuat prajurit Indonesia berang. Pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan pasukan Britania Raya terjadi berbagai daerah di Indonesia.
Tak tercuali di Surabaya. 10 November 1945 menjadi catatan sejarah yang tak akan pernah terlupa. Tidak sedikit rakyat dan prajurit gugur dalam pertempuran itu. Bahkan, semangat juang para pahlawan, mampu membuat nyali pasukan Britania Raya ciut. Kendati digempur dari berbagai arah, pasukan Sekutu dan NICA tetap kesulitan merebut Kota Pahlawan.
Minimnya persenjataan menjadi persoalan serius kala itu. Pasca perang terbuka 10 November 1945 di Surabaya, pertempuran Surabaya Barat menjadi perang terbuka terbesar kala itu. Banyak prajurit republik yang gugur dalam pertempuran di Sidoarjo itu. Hingga akhirnya, pasukan yang dipimpin Mayjen Soengkono mundur ke Mojokerto.
“Tak terkcuali, pemerintahan Karisidenan Surabaya, dimana kala itu dipimpin Residen Soedirman, yang semula di Surabaya, pindah ke Mojokerto. Itu momentum awal, adanya TMB (Taman Makam Bahagia) yang kemudian berganti nama menjadi Taman Makam Pahlawan (TMP) Gajah Mada,” ungkap Sejahrawan Muda Mojokerto, Ayuhannafiq, Rabu (16/8/2017).
Mojokerto, menurut Yuhan, menjadi lokasi yang paling strategis bagi pasukan republik, pasca Surabaya jatuh ke tangan Inggris dan Belanda. Banyaknya pabrik gula menjadi lokasi yang cocok untuk bertahan dan menghimpun kekuatan.
“Selain itu, Mojokerto juga merupakan daerah penghasil padi yang cukup besar. Karena sistem pengairan yang cukup bagus, sehingga kebutuhan logistik untuk para pejuang sangat tercukupi. Ditambah lagi, masyarakat yang sangat loyal terhadap pasukan Indonesia,” imbuhnya.
Yuhan lantas bertutur, dalam buku Panca Warsa DPRDS Mojokerto 1953 disebutkan, ratusan prajurit tewas dalam pertempuran ganas Front Pertahanan Mojokerto atau dikenal sebagai pertempuran Surabaya Barat. Setiap hari, sebanyak 50 jasad prajurit dibawa dari medan pertempuran dan dimakamkan ke TMP Gajah Mada.
“Kemudian pada Maret 1946, Residen Soedirman membangun monumen TMP Gajah Mada. Ketika itu sudah ada ratusan pahlawan yang dimakamkan di situ. Monumen itu dibangun sebagai simbol. TMP Gajah Mada ini merupakan TMP yang pertama kali di Indonesia,” jelas Yuhan.
Yuhan yang juga ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Mojokerto ini memaparkan, tidak heran jika Residen Soedirman mampu membangun monumen peluru di TMP Gajah Mada kala itu. Residen Soedirman memang mengelola banyak uang. Sebelum meninggalkan Surabaya, pasukan republik berhasil membongkar sebuah bank milik Belanda, dimana uang tersebut lantas digunakan untuk kepentingan perjuangan.
“Ketika itu, uang hasil membobol bank itu, diserahkan ke DPDS (Dewan Pertahanan Daerah Surabaya). DPDS ini merupakan lembaga yang mewadahi kelompok-kelompok perjuangan rakyat. Sebab, saat itu masih membentuk kelompok-kelompok kecil,” terangnya.
Selain monumen berbentuk peluru itu, satu fakta sejarah yang tak pernah terungkap yakni adanya upacara peringatan Hari Pahlawan di lokasi tersebut. Menurut mantan aktivis PMII ini, TMP Gajah Mada menjadi tempat pertama kalinya upacara peringatan Hari Pahlawan dilakukan, pasca perang besar 10 November 1945.
“Upacara peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 1946, itu dilakukan pertama kali oleh Residen Soedirman. Saat itu Mojokerto memang sepenuhnya dikuasai oleh tantara republik. Karena, Belanda kesulitan untuk masuk ke Mojokerto. Bahkan hampir tidak bisa,” paparnya.
Fakta lain, lanjut Yuhan yakni digelarnya upacara Peringatan Hari Pahlawan untuk yang kedua kalinya di TMP Gajah Mada. Pada 10 November 1949, komandan pasukan republik yang dipimpin Isa Idris, meminta izin kepada pasukan Belanda untuk melakukan upacara di TMP Gajah Mada. Itu setelah pasukan Mayjen Soengkono berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda pada Maret 1947.
“Ketika itu Mayjen Soengkono sudah mundur ke Jombang hingga akhirnya ke Kediri. Sebab, pada 17 Maret 1947 pasukan Belanda berhasil menggempur Mojokerto. Untuk mengelabuhi pasukan Indonesia mereka menggunakan foto Soekarno-Hatta di depan tank yang mereka gunakan, sehingga pasukan Mayjen Soengkono terperdaya,” tambah Yuhan.
Sayangnya, kondisi TMP pertama kali di Indonesia itu berbanding terbalik dengan jasa yang diberikan para pahlawan bangsa ini. Tidak adanya keseriusan pemerintah dalam menjaga dan merawat TMP Gajah Mada, membuat tempat peristirahatan para pejuang yang rela mengorbankan nyawanya ini kurang terawat.
“Banyak nama nisan yang mengelupas dan hilang. Selain itu, banyak nama atau identitas pahlawan yang hilang di TMP Gajah Mada. Karena memang kurang mendapat sentuhan pemerintah,” katanya.
Yuhan berharap, pemerintah bisa sedikit menghargai perjuangan para pahlawan yang sudah menumpahkan darahnya guna mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Yakni dengan tidak melupakan perjuangannya dan membuat nama-nama mereka selalu dikenang oleh segenap rakyat Indonesia.
“Saya berharap ada pembenahan di TMP Gajah Mada. Contoh kecil saja, melakukan pendataan ulang atau digitalisasi identitas para pahlawan yang dimakamkan di lokasi itu. Sehingga, keluarga mereka bangga karena mengetahui kakek atau orang tua mereka seorang pejuang dan bersemayam di TMP Gajah Mada. Sampai saat ini, data di TMP Gajah Mada masih berupa catatan, itupun sulit untuk diketahui siapa-siapa identitas pejuang yang ada disitu,” tandasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi secara terpisah, Kabid Bina Pemberdayaan Sosial, Dinas Sosial Kota Mojokerto, Acim Dartasim tak menampik terkait kurangnya perhatian Pemkot Mojokerto terhadap TMP Gajah Mada. Hal itu lantaran masih belum jelasnya status aset TMP Gajah Mada itu sendiri.
“Memang kita terkena kendala. Karena asetnya belum jelas. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 TMP merupakan kewenangan Pemprov Jatim. Tapi sekarang ini lagi proses untuk penyerahan ke Pemkot Mojokerto. Kami masih menunggu SK-nya,” katanya.
Ia pun tak menampik, adanya banyak nama pahlawan yang hilang dari daftar. Pihaknya mengaku dalam dua tahun ke depan, akan berupaya untuk melakukan inventarisir, termasuk menerapkan sistem digitalisasi. Sehingga, keluarga para pahlawan tidak akan kebingungan kala ingin melakukan ziarah ke TMP Gajah Mada.
“Memang sekarang masih dicatat dalam buku. Kita akui, itupun belum semuanya. Target kami dua tahun sudah tuntas semua proses digitalisasi ini,” terangnya.
Saat ini, lanjut Acim, Pemkot Mojokerto sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp100 juta pertahhunnya, guna perawatan TMP Gajah Mada. Akan tetapi dana itu diakui memang terlalu minim, sehingga kedepan akan diupayakan untuk adanya penambahan.
“Tahun depan kami akan naikan menjadi Rp150 juta. Itu hanya untuk perawatan, belum termasuk upah 8 pekerja honores yang kita tempatkan disana. Kami berjanji akan terus berupaya,” jelasnya.
Disinggung terkait dengan fakta-fakta sejarah, yang menjadikan TMP Gajah Mada merupakan tempat pemakaman pahlawan pertama di Indonesia yang diresmikan, Acim mengaku baru mendengar hal itu. Ia pun tergerak untuk melakukan inventarisir lebih dalam terkait dengan hal itu.
“Wah saya malah baru dengar ini. Kalau memang benar, artinya TMP Gajah Mada memiliki nilai sejarah yang sangat besar. Nanti akan kita tindaklanjuti kalau memang demikian,” pungkasnya.