Soekarno, Penolakan Timnas Israel, dan Sirnanya Mimpi Indonesia Berlaga di Piala Dunia U20

Tim Okezone, Jurnalis
Jum'at 31 Maret 2023 13:45 WIB
Ganefo/Foto: Wikipedia
Share :

JAKARTA - Indonesia resmi dicabut sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 2023 oleh federasi sepak bola dunia, FIFA. Mimpi untuk melihat Timnas Indonesia berlaga di ajang sepak bola dunia itu pun kandas.

Meski tak dijelaskan secara gamblang, namun alasan pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah dapat ditarik dari pro - kontra yang terjadi belakangan ini: penolakan terhadap keterlibatan Timnas Israel.

 BACA JUGA:

“FIFA telah memutuskan, karena keadaan saat ini, untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah U-20 World Cup 2023,” tulis keterangan FIFA.

Semua bermula dari pernyataan penolakan kedatangan Timnas Israel yang disampaikan oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster pada 14 Maret 2023. Padahal, Bali akan dipakai sebagai tempat pengundian grup pada perhelatan tersebut.

 BACA JUGA:

Seolah saling bersambut, penolakan serupa juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sejurus kemudian ge,o,bang penolakan juga disampaikan oleh berbagai organisasi seperti PDIP, PKS, KNPI, Mer-C, GNPF, dan Aliansi Solo Raya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto beralasan, sikap penolakan terhadap timnas Israel itu berlandaskan pada nilai konstitusi dan historis yang mengedepankan kemanusiaan di atas kehendak politis, yaitu solidaritas atas Palestina.

"Kesadaran sejarah juga harus terus diperkuat. Untuk diingat, Stadion Gelora Bung Karno (GBK) lahir sebagai penolakan terhadap Israel," ujarnya.

Penolakan sejumlah tokoh PDIP tersebut terhadap Israel memang dapat dilacak dari semangat presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Bung Besar, julukan Soekarno, pernah menolak keikutsertaan Israel dalam ajang Asian Games IV pada 1962 di Jakarta.

Kala itu, untuk mempersiapkan ajang olahraga terbesar se-Asia itu, pemerintah mencanangkan megaproyek pembangunan kompleks olahraga Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan, Jakarta. Hampir seluruh negara di Asia diundang, kecuali Israel dan Taiwan.

Meski sukses menggelar Asian Games IV di Jakarta, penolakan Indonesia terhadap Israel dan Taiwan berbuntut panjang. Indonesia dianggap mencampur adukkan antara olahraga dan politik. Tudingan itu disampaikan oleh salah satu pendiri Asian Games sekaligus wakil presiden Federasi Asian Games atau AFG dan anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC), Guru Dutt Sondhi.

Pernyataan Sondhi itu membuat marah masyarakat Indonesia. Pria asal India tersebut lantas diusir dari Indonesia. Tak cukup di situ, massa aksi juga menggeruduk kantor kedutaan India di Jakarta. Kejadian itu dikenal sebagai ‘Peristiwa Sondhi’.

Kontroversi Asian Games IV dibahas dalam rapat IOC di Lausanne, Swiss, pada 7 Februari 1963. Hasilnya, keanggotaan Indonesia di IOC ditangguhkan dan dilarang tampil di Olimpiade 1964.

Sanksi berat itu dijatuhkan IOC lantaran Indonesia disebut memasukkan politik ke dalam olahraga selama Asian Games 1962. Hukuman bisa dicabut dengan syarat Indonesia berjanji tak mengulangi kesalahan serupa.

Dasar Soekarno, alih-alih minta maaf, ia justru menolak sanksi IOC tersebut. Ia balik mengonfrontasi dengan menuding IOC juga main politik dengan melarang keterlibatan Republik Rakyat China (RRC) sebagai anggota.

Balik menyerang, Soekarno pun mencanangkan olimpiade tandingan dengan mengintrodusir satu perhelatan yang dinamakan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).

“Sebagai Presiden Republik Indonesia, sebagai Pemimpin Tertinggi Republik Indonesia, sebagai Panglima Besar Revolusi Indonesia, dan sebagai Pemimpin Tertinggi Front Nasional, saya perintahkan Indonesia untuk keluar dari IOC,” ujar Presiden Sukarno dalam pidato di Konferensi Komite Front Nasional, 13 Februari 1963.

“Saudara-saudara, selain perintah keluar dari IOC, saya juga memerintahkan: Selenggarakan secepat mungkin Ganefo, the Games of the New Emerging Forces – Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis.”

Olimpiade tandingan itu sukses digelar di Jakarta pada 10 hingga 22 November 1963. Ganefo melibatkan 2.700 atlet dari 51 negara, termasuk Palestina, dengan RRC keluar sebagai juara umum.

Sempat digelar kedua kalinya di Phnom Penh, Kamboja pada 1967, namun Ganefo tak berumur panjang. Turnamen olahraga tandingan dengan semangat anti imperialisme itu kandas pada 1970 seiring dengan lengsernya Presiden Soekarno.

Setelahnya, Indonesia kembali bergabung menjadi anggota IOC.

(Nanda Aria)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya