BANDUNG - Maluku Utara menjadi daerah paling rawan terjadinya politik uang. Hal itu disimpulkan berdasarkan pemetaan kerawanan Politik uang yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
Tak tanggung-tanggung, Maluku Utara mendapat skor 100 dalam kerawanan money politic.
"Kemudian diikuti empat provinsi di bawahnya, yaknj Lampung skor 55,56, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara dengan skor 38,89," kata Anggota Bawaslu Lolly Suhenty dalam keterangannya, Senin, (14/8/2023).
Namun, jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara.
"Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, daerah paling rawan adalag Kabupaten Jayawijaya, Papua, menduduki urutan pertama. Lalu Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung," ucapnya.
Dia menuturkan bahwa Bawaslu RI telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) tematik mengenai isu politik uang. Pemetaan kerawanan ini guna mengedepankan upaya pencegahan.
"Kenapa Bawaslu harus bikin soal indeks kerawanan pemilu dengan isu spesifik soal politik uang (itu) karena memang Bawaslu bertugas untuk mencegah terjadinya politik uang," katanya.
Lanjut Lolly, modus operandi politik uang semakin beragam. Bawaslu pun memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan.
Upaya mencegah politik uang dalam pemilu dan pemilihan (pilkada) ini, lanjutnya, sesuai dengan Pasal 93 huruf e UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
"Politik uang ini salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu," seru dia.
Lolly menegaskan, politik uang ini amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental warga negara dan menghancurkan mental aktor-aktor negara (para pemimpin).
"Karena politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat. Bawaslu bergandengan tangan dengan berbagai kelompok kepentingan seperti kepolisian, kejaksaan, pemerintah (pusat dan daerah), dan masyarakat. Semua harus bergabung karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama," jelas perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari 1978 ini.
Lolly merinci, ada politik uang sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara, ada pula ada politik uang yang dilakukan secara digital.
BACA JUGA:
"Termasuk juga kegiatan sosial yang diwarnai politik luar dan program pemerintah," sebutnya.
BACA JUGA:
Berkaca pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, menurut dia, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk, yakni memberikan langsung; memberikan barang; dan memberikan janji.
"Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucher atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu)," akunya.
Dia pun menyebutkan pelaku yang biasa melakukan politik uang mulai dari kandidat, tim sukses/kampanye, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung (peserta pemilu).
"Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya dimana?," tutur magister Ilmu Hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini.
(Fakhrizal Fakhri )