Pemberontakan APRA, Kudeta Berdarah 'Ratu Adil' yang Mengguncang Bandung

Arief Setyadi , Jurnalis
Selasa 23 Januari 2024 06:15 WIB
Kudeta APRA di Bandung (Foto: Ist)
Share :

JAKARTA - Pemberontakan APRA mencatat sejarahnya dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Gerakan ini berada di bawah pimpinan tokoh militer Belanda, Raymond Pierre Westerling.

Gerakan ini berawal dari mitologi ramalan Jayabaya dan dikenal sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), mencirikan pemimpin yang adil dan bijaksana bagi rakyatnya.

Menukil sindonews, peristiwa ini terjadi di Bandung, pada 23 Januari 1950, reaksi terhadap rencana pembubaran negara bagian Belanda di RIS (Republik Indonesia Serikat) yang akan bersatu kembali dengan Republik Indonesia.

APRA menyatakan tujuannya untuk mempertahankan negara Pasundan dan melindungi aset ekonomi kolonial di wilayah tersebut. Raymond Pierre Westerling, mantan perwira Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL), memimpin pasukan mayoritas terdiri dari bekas prajuritnya, terutama dari Regiment Speciale Troepen (Pasukan Khusus).

Konflik bermula dari ketidaksetujuan APRA terhadap hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 yang mencakup pembubaran Tentara KNIL dan penarikan pasukan Belanda dari Indonesia.

Kolaborasi APRA dengan Sultan Hamin II dari Pontianak, yang memiliki pandangan feodal, menjadi elemen penting dalam peristiwa ini. Kudeta pada Januari 1950 mencerminkan upaya APRA untuk mempertahankan negara feodal RIS, terutama setelah mayoritas negara bagian RIS berkeinginan untuk bergabung dengan Republik Indonesia.

Westerling mengirim ultimatum kepada pemerintah RIS pada 5 Januari 1950, menuntut pengakuan APRA sebagai tentara Pasundan dan menghargai otonomi negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan.

Pemerintah RIS merespons dengan mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling pada 10 Januari 1950 untuk mencegah potensi agresi. Akan tetapi, APRA mengejutkan dengan melakukan pembantaian anggota TNI di Kota Bandung dan berhasil menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi.

Upaya APRA untuk melanjutkan pemberontakan ke Jakarta berhasil digagalkan oleh pemerintah RIS, APRIS, dan dukungan rakyat sipil.

Pemerintah RIS berhasil menekan pimpinan tentara Belanda melalui perundingan dan operasi militer, memaksa Westerling untuk meninggalkan Bandung. Westerling melarikan diri ke Belanda setelah upayanya untuk melakukan kudeta tidak berhasil.

Monumen Dwikora dan Trikora, yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi simbol perjuangan TNI selama masa pemerintahannya, mengenang peristiwa bersejarah di Bandung.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya