JAKARTA - Sebagian anak di Desa Dongi-Dongi, Kabupaten Poso. Terletak di pinggir Taman Nasional Lore Lindu dan berstatus desa persiapan, hanya terdapat satu SD-SMP Satap atau satu atap, di wilayah ini dan satu lagi SD kecil milik yayasan swasta. Kontur desa yang memanjang, membuat para siswa bisa berjalan lebih dari satu jam untuk menuju ke sekolah.
Bahkan, ketika ingin melanjutkan ke jenjang SMA, anak-anak di desa tersebut harus keluar dari desanya, hingga keluar kabupaten. Pilihan mereka adalah berjauhan dari orang tua dan membiarkan desa kekurangan anak muda, lelah di perjalanan bersekolah setiap hari, atau terpaksa berhenti bermimpi tinggi.
Padahal, setiap anak berhak memiliki cita-cita setinggi langit. Setiap anak berhak pula mendapatkan fasilitas pendidikan terbaik untuk menggapai mimpinya. Namun, hal tersebut masih belum terlaksana secara maksimal
di Desa Dongi-Dongi tadi.
Tidak hanya akses menuju sekolah, sekolah yang ada di Desa pun memiliki fasilitas yang kurang memadai. Belum lagi, tidak tersedianya guru di beberapa mata pelajaran, menjadi tantangan tersendiri bagi para siswa untuk meraih hak dan cita-citanya.
Upaya Bakti Nusantara Membuka Cakrawala Melihat situasi ini, Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) melalui Bakti Nusantara 2024 Poso menetapkan bahwa sektor pendidikan menjadi salah satu fokus utama kegiatan, selain pembangunan Puskesmas sebagai proyek utama.
Dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (17/8/2024), diskusi antara YTBN dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Poso menemukan betapa pentingnya anak-anak di Desa Dongi-Dongi membutuhkan dorongan motivasi untuk terus memupuk cita-cita.
Pemkab Poso melihat bagaimana para relawan Bakti Nusantara yang berasal dari seluruh Indonesia dan bekerja sebagai profesional, akan memberikan inspirasi tersendiri bagi para siswa. Mereka akan dapat melihat wujud
sebenarnya dari Bhinneka Tunggal Ika dan gotong royong Indonesia melalui kehadiran para relawan.
Sejak awal kedatangan para relawan, anak-anak Dongi-Dongi terlihat sangat antusias menyambut, bertanya, dan bercerita tentang kesehariannya. Diki, Alif, dan Steven adalah tiga di antaranya. Mereka murid Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Satap yang bercita-cita sebagai tentara dan dengan bangga menjadi Pasukan Pengibar Bendera untuk upacara bendera bersama antara siswa, guru, dan relawan.
Waktu latihan yang terbatas justru menjadi semangat lebih untuk membuktikan bahwa mereka bisa. Semangat mereka semakin tergambar ketika berhasil mengibarkan Sang Merah Putih.
Memupuk Asa dan Cita Bercita-cita menjadi tentara menghadirkan tantangan lebih bagi mereka Diki, Alif, dan Steven. Banyak hal yang harus dipersiapkan sejak saat ini, menjelang mereka masuk SMA. Namun, mereka bahkan masih bingung di mana mereka bisa atau akan melanjutkan SMA.
Diki dan Steven bahkan ingin melanjutkan SMA di Kota Palu agar lebih mudah mendapat fasilitas dan informasi yang memadai, meski dengan segala keterbatasan dan tantangan.
Kendati begitu, segala keterbatasan dan tantangan tidak menyurutkan semangat mereka. Sebaliknya, para relawan dibuat kagum dengan antusiasme dan usaha yang mereka untuk bisa meraih cita-cita.
Aksi para relawan Bakti Nusantara di Dongi-Dongi memang diharapkan mampu menyemangati dan menginspirasi masyarakat di Dongi-Dongi. Akan tetapi, seringkali justru para relawan yang dibuat kagum.
Salah satu contoh kecil adalah ketika Bakti Nusantara menghadirkan sesi motivasi bagi para siswa dan orang tua mereka. Mendengarkan komentar balik mereka ternyata membuat para relawan semakin bersemangat untuk berbuat lebih banyak, tidak hanya bagi Dongi-Dongi atau Poso, tetapi juga masyarakat Indonesia yang masih mengalami keterbatasan.
Di banyak waktu, para relawan justru dibuat trenyuh. Rafael, seorang siswa SMP lain, awalnya bercita-cita menjadi pemain sepak bola. Namun setelah kehadiran para relawan, ia menyampaikan rasa senangnya dan mengubah cita-citanya menjadi relawan,
"Agar saya bisa membantu orang lain," ujar Rafael.
Ternyata sesi berbagi rasa dan pengalaman, mampu memantik berbagai ide dan upaya kecil yang bisa berdampak besar. Setelah kegiatan Bakti Nusantara selesai, para relawan terus berkomitmen menjaga komunikasi dengan anak-anak di Dongi-Dongi. Bisa jadi tidak banyak bantuan fisik bisa diberikan oleh para relawan, tapi setidaknya jalinan komunikasi akan mampu menjaga asa dan cita-cita Dongi-Dongi tetap menyala.
(Angkasa Yudhistira)