KULONPROGO - Rencana penambangan pasir besi di Kulonprogo ditentang akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dikhawatirkan, penambangan ini akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat setempat yang menjadikan sebagai lahan pertanian.
Dosen Fakultas Pertanian UGM Jafar Sidiq berkata, dia harus menolak konversi lahan pertanian yang akan dijadikan lokasi penambangan pasir besi. Penambangan ini akan merusak lingkungan. Pasalnya, pengerukan lahan pesisir bisa menjadikan proses infiltrasi, yakni masuknya air laut yang terasa asin ke air tanah. Padahal, selama ini air di sumur-sumur di pesisir terasa tawar.
Follow Berita Okezone di Google News
"Rencana penambangan besi ini harus ditolak karena akan merusak lingkungan," tutur Jafar pada syawalan Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo.
Menurut Fajar, dia sudah lebih dari sepuluh tahun mendampingi petani pesisir dalam mengolah lahan sehingga sudah sangat paham dengan karakteristik lahan pertanian yang ada, termasuk kondisi air di pesisir yang terasa tawar. Kondisi seperti ini sangat sedikit di dunia, dan tidak semua lahan pesisir airnya tawar. Penambangan juga dikhawatirkan akan merusak gumuk pasir yang menjadi ciri pesisir DIY. Keberadaan gumuk ini harus dipertahankan karena memiliki fungsi dalam ekosistem pertanian.
"Saya bukan provokator tetapi hasil kajian ilmiah," jelasnya.
Dikatakannya, petani di pesisir sudah cukup cerdas dalam mengolah lahan. Mulai dari penggunaan mulsa, hingga pemasangan barier yang merupakan kearifan lokal.
"Penambangan harus ditinjau lagi,"jelasnya.
Selama ini rencana penambangan pasir besi di Kulonprogo mendapat banyak tentangan dari masyakarat PPLP. Beberapa kali aksi massa penolakan telah digelar di berbagai tempat, namun PT Jogja Magasa Iron tetap mendapatkan ijin untuk menambang.
"Syawalan ini menjadi refleksi untuk kembali suci dan tetap menolak pasir besi," jelas Ketua PPLP Supriyadi.
Bagi petani PPLP penolakan adalah harga mati. Mereka siap mempertahankan lahan untuk tetap menjadi lahan pertanian.
(rfa)