MARZUKI Alie, pria kelahiran Palembang, 6 November 1955 ini selalu tampak tenang dalam setiap penampilannya. Caranya bertutur datar, tidak meledak-ledak. Namun jangan salah, penyandang gelar PhD Program dari Universiti Utara Malaysia dalam studi Marketing Politic ini kerap mengeluarkan peryataan yang mengundang kontroversi.
Jika dirunut kebelakang, Ketua DPR ini punya sederet catatan menarik. Sebut saja kasus pembangunan Gedung DPR. Ditengah kuatnya keputusan pembangunan gedung DPR, Marzuki ternyata menolak pembangunan tersebut. Karena harganya terlalu tinggi.
Follow Berita Okezone di Google News
Belum lagi kontroversi seputar keterlibatannya dengan Nazaruddin dan hubungannya dengan Anas Urbaningrum. Marzuki pun digadang-gadang untuk maju pada pemilihan Presiden (pilpres) 2014.
Bagimana sebenarnya kisah dibalik kontroversi-kontroversi tersebut?
Berikut petikan wawancara Arya Sinulingga, Pemimpin Redaksi MNC News, dengan Ketua DPR, Marzuki Alie, menceritakan kisah dibalik segala kontroversi tersebut.
Begitu banyak kontroversi yang anda lakukan. Banyak pula kontroversi yang tidak bisa diterima oleh publik. Kenapa bisa sampai terjadi seperti itu ?
Saya bicara dengan hati nurani. Karena dalam perjalanan hidup saya, lebih banyak di dunia dimana kejujuran, kesungguhan menjadi kehidupan sehari-hari. Ketika saya menjadi Ketua DPR, sebagai pembicara saya tidak bisa meninggalkan itu. Itu tidak mungkin diubah karena kehidupan saya sebelumnya terlalu lama diluar politik.
Bagaimana dengan Gedung DPR? Pembangunan gedung ini jadi perbicangan di masyarakat. Publik menolak dengan keras. Tapi anda mendukung pembangunan gedung itu.
Akhir tahun 2009, saya sudah dihadapkan dengan perencanaan pembangunan gedung. Hitung-hitungan sudah ada, rancangan sudah. Saya dihadapkan dengan gedug siap bangun. Saat itu nilai bangunan sebesar Rp1,8 triliun. Kebetulan saya mengerti sedikit tentang bangunan. Saya tanya ke bagian bangunan di DPR termasuk penasihat dari Kementerian Pekerjaan Umum. Harganya terlalu mahal. Kalau diam-diam dilaksanakan bisa saja sudah selesai.
Saya minta tekan dibawah Rp1,1 triliun. Tapi tidak bisa lagi. Akhirnya Kepala Biro Bangunan saya ganti. Saya minta ke Kementerian PU, orang yang punya idialiseme, dan tahu konstruksi sipil. Tolong dikasih nama dan masuk ke sistem DPR. Akhirnya harga dari bangunannya dibawah Rp1 triliun. Kalau saya tidak bawa ke ruang publik, saya tidak bisa melawan DPR. Karena itu sudah keputusan DPR.
Jadi sebenarnya anda menolak?
Sebenarnya saya menolak. Perlawanan saya, saya bawa keluar ke publik, saya bawa dalam lagi. Tapi jadinya saya seperti berhadapan dengan publik.
Apakah anda jadi korban dari pembangunan Gedung DPR itu, atau anda memposisikan diri menjadi korban?
Bagi saya yang penting tujuan tercapai. Pembangunan gedung itu memang kita butuhkan. Tapi harganya tidak semahal itu. Lihat berapa ratus miliar yang sudah diselamatkan. Harganya jadi dibawah Rp1 triliun.
Tapi sepertinya anda agak dendam. Ketika DPD ingin membangun gedung, anda langsung menyerang dan mempermasalahkan.
DPD itu berkantor di daerah pemilihan, mereka ke Jakarta kalau mau rapat. Mereka sudah tinggal di Jakarta, untuk apa mau bangun gedung mewah di daerah. Anggaran sampai Rp20 miliar per daerah, itu hanya untuk empat orang. Kalau 33 propinsi biayanya Rp660 miliar. Biaya yang dikeluarkan besar, gedung itu tidak berguna. Kalau masih di Jakarta untuk apa membangun gedung di daerah.
DPD itu mitra DPR Komisi III, hanya pengusulan. Itu pun kalau dibaca oleh DPR. Seringkali tidak dibaca juga. Misalnya ada perekrutan anggota BPK. DPD merekomendasikan satu sampai lima, tapi yang dipilih enam sampai sepuluh. Jadi tidak dilihat sama sekali usulan DPD.
Demokrat turun drastis elektabilitasnya, karena persepsi publik soal korupsi. Meski Dipo Alam mengeluarkan publikasi daftar partai terkorup itu tak berpengaruh banyak. Menurut anda, bagaimana masa depan Demokrat?
Kita memang sedang menghadapi tsunami politik. Kita sedang diuji sebagai partai besar, kita mampu atau tidak menghadapi ujian ini.
Angelina Sondakh mengatakan ada tsunami lebih besar dari Muhammad Nazaruddin. Siapa yang kira-kira bakal ikut terseret?
Saya tidak mau menduga-duga, kita serahkan sepenuhnya pada proes hukum. Ini menyangkut penegakan hukum. Satu hal yang ingin kita tekankan, penegakan hukum jangan digantung. Nyatakan clear atau tidak, kalau memang iya segera dibersihkan.
Korupsi sudah sangat masif tidak melihat level dan tingkatan. Nah, DPR ini sebetulnya lebih banyak karena ada kongkalikong dengan Kementerian. Hampir semua Kementrian terkait dengan persoalan korupsi.
Dengar-dengar Nazaruddin punya hubungan kedekatan dengan anda. Menurut kabar di lapangan ada setingan bahwa Marzuki Alie yang menggerakan Nazaruddin. Apa itu benar?
Saya itu tidak kenal Nazaruddin. Masuk ke Partai Demokrat saya juga tidak terlalu kenal. Waktu tim sukses juga tidak pernah dekat. Dia pernah menghubungi saya mau membantu dana. Saya sampaikan terimakasih Pak Nazar. Saya ada dana tidak perlu dibantu.
Dana untuk apa Pak?
Untuk kongres, saya tidak perlu dibantu. Saya bilang pak Nazar terimakasih. Artinya kita tidak ada deal.
Berapa besar dana yang ditawarkan?
Saya tidak tahu. Saya sampaikan kalau ingin memberikan silahkan pada tim sukses saya. Saya tidak punya komitmen apa-apa. Karena saya tidak tahu dana itu darimana, saya tidak mau terima. Takut terjadi sesuatu. Dan itu memang tidak terjadi apa-apa sampai kongres selesai, jadi dimana kedekatan saya dengan Nazaruddin.
Beredar kabar setelah kongres Nazaruddin terkena “kasus” perempuan. Menurut kabar itu berasal dari pihak Marzuki Alie untuk menyingkirkan dia. Nah setelah isu hilang disitulah ada deal-deal dengan Marzuki. Itu bagaimana?
Saya berpikiran selalu positif. Saya diajarkan orangtua saya kepercayaan yang saya anut tidak ada suuzon terhadap orang. Kita tidak boleh mencemarkan orang. Tidak boleh menyebarkan aib orang, itu ajaran yang saya percaya. Kalau orang menuduh saya, silahkan saja. Pada akhirnya nanti, kebenaran itu akan menjadi pemenang,
Saat kongres, Nazarudin masuk televisi. Sementara, beberapa hari sebelumnya serangan mundur terhadap Anas sangat kuat dari kelompok anda. Hingga ada kabar bahwa Anas akan diganti pada saat itu. Itu gimana Pak?
Saya ini lima tahun sebagai Sekjen, saya bergabung dengan Demokrat sejak tahun 2003. Sebagai fungsionaris partai, masuk DPP dan bergerak bersama-sama teman semuanya kita berjuang.
Sebagai Sekjen saya bekerja terus, saya memang bekerja keras. Saya tidak pernah tampil di media. Karena saya sebagai mesin politik. Saya bangun mesin politik yang bagus. Struktur organisasi sampai kebawah. Pada saat partai besar saya selalu taat azas. Saya tidak pernah berpikir untuk merekayasa begitu hebatnya Marzuki Alie kalau bisa merekayasa kasus.
Melihat kepemimpinan dari Anas, sepertinya cukup mengakomodir semua pihak.
Itu kerena kearifan dan kepiawaian Pak SBY.
Jadi itu karena SBY bukan Anas?
Ya sama-sama lah, ada semua. Wakil Ketua Umum saya satu. Pak Anas satu. Sekjen dari Pak SBY, Wasekjen ada orang saya, dari mas Anas juga ada.
Kalau bendaharanya, Nazaruddin?
Bendahara ini keputusan dari ketua umum. Ya kita tidak bisa apa-apa, kita juga mengerti. Dia memang berjuang, dia tim sukses. Wajar-wajar saja tim sukses pegang jabatan penting. Kalau dari saya tidak kurang lebih enam orang. Enam orang ini yang masuk ke DPP. Saya tidak punya kekuatan pasukan yang besar untuk mengkondisikan sebagainya.
Tapi memang saya punya hubungan emosional dengan teman-teman di daerah. Lima tahun jadi sekjen saya itu melayani mereka. Ada hubunagan emosilan yang terbangun dari saya dan dari bawah. Kalau mereka perlu telpon saya, saya angkat. Kalau mereka ke DPP saya layani. Kadang-kadang juga tidak punya uang saya kasih.
Setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Demokrat seperti kehilangan figur pemimpin. Anas Urbaningrum masih sangat muda. Menurut anda siapa yang pantas menjadi Presiden di 2014. Melihat dari posisi anda saat ini posisi tertingi di lembaga tinggi negara, apa punya niat untuk menjadi calon Presiden (capres) dari Demokrat?
Jadi Presiden itu pemimpin bangsa. pemimpin bangsa tidak sembarang orang. Apakah kita kredibel untuk itu. Punya kapasitas untuk jabatan itu, bukan kita yang melihat. Siapa pun yang mampu memimpin bangsa ini, apakah dia dari kader atau bukan kami akan mendukung dia untuk jadi Presiden atau Wakil Presiden
Waktu tinggal dua tahun lagi, Demokrat sebagai partai penguasa tidak mungkin tidak mempersiapkan calon pemimpin.
Pak SBY menyampaikan kepada saya pak Marzuki, percayalah Tuhan nanti akan memilihkan siapa yang akan menjadi Presiden di Repulik ini. Kita tidak tahu apakah dari internal atau dari luar. Karena selain kredibilitas kapasitas, yang paling susah itu akseptabilitas. Kalau penerimaan rendah sehebat apapun orang yang kita usung akan kalah.
Dari rekam jejak, prestasi Pak Marzuki, tampaknya anda salah satu orang yang paling siap untuk 2014?
Salah satu lho ya. Kita garis bawahi salah satu. Kita dari demokrat tidak terkooptasi harus dari kader. Kita bisa rekrut dari luar yang bisa berkomitmen dengan cita-cita partai Demokrat.
Kalau misalnya ditunjuk SBY apakah anda siap untuk menjadi Capres dari Demokrat?
Kalau ditanya kepada seluruh anak bangsa di Republik ini, tidak ada yang jawabnya tidak siap. Tapi yang bilang siap atau tidak itu bukan kita, yang menyatakan siap itu orang lain
Kalau Majelis Tinggi Demokrat meminta anda untuk jadi capres atau calon Wakil Presiden anda siap tidak untuk bertarung?
Saya mau menyelesaikan tugas saya sampai 2014. Nanti pikirkan lagi. Kita belum boleh memimpikan sesuatu yang belum saatnya.
Hatta Rajasa berani mencalonkan diri sebagai Presiden dan dia orang Palembang, sama seperti anda.
Makanya saya dukung pak Hatta. Jangan dari satu daerah itu dua orang. Tidak baik. Saya sudah bilang pak Hatta, kalau mau serius maju akan saya dukung.
Jadi anda ada deal tertentu dengan Pak Hatta? Atau Pak Hatta capres dari Demokrat?
Bukan deal, saya hanya sebagai juniornya Pak Hatta saja. Bisa saja semuanya bisa.
Ketua DPR ini adalah puncak seorang yang berkarir di dunia politik. Apa target anda secara personal di 2014?
Saya itu ingin berkontribusi dalam perubahan. Jabatan apapun setelah 2014 akan saya lakoni selama ini bermanfaat untuk rakayat. Kalau tidak ada jabatan formal saya kembali ke Kampus. Saya punya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Atas (SMA), Perguruan Tinggi dan Pesantren. Kalau tidak ada jabatan formal, saya akan membina ini saja. Dan itu sangat konkret manfaatnya bagi rakyat.
(teb)