JAKARTA - Kesempatan mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sejatinya bukan hanya milik siswa-siswa SMA/sederajat di daerah perkotaan yang memiliki sarana prasarana lengkap. Para siswa di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3-T) juga memiliki kesempatan yang sama.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Triyogi mengungkap, para siswa di pedesaan dan daerah 3-TÂ tidak perlu takut bersaing dengan siswa di kota yang memiliki fasilitas pendidikan lengkap. "Sebab penilaian bukan dilihat dari saingan antarsiswa beda sekolah, tetapi persaingan siswa dari sekolah itu sendiri," ujar Triyogi, ketika beribincang dengan Okezone, Selasa (11/12/2012).
Follow Berita Okezone di Google News
Triyogi mengimbuh, dahulu, banyak siswa berprestasi dari kalangan ekonomi lemah tidak melanjutkan kuliah, dan memilih bekerja sebagai buruh pabrik. Pola pikir seperti ini sangatlah sempit, yakni lebih baik menghasilkan uang daripada membuang uang untuk kuliah. Padahal, kekhawatiran seperti itu seharusnya ditepis mengingat saat ini Kemendikbud telah menyediakan program Bidik Misi bagi para mahasiswa tidak mampu yang berprestasi.
"Kuliah mereka akan dibiayai secara penuh oleh Kemendikbud. Program beasiswa ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu elevator sosial, yang akan mampu memutus mata rantai kemiskinan," imbuhnya.
Triyogi mengklaim, ITS menggelontorkan dana sekira Rp33 miliar untuk beasiswa bagi mahasiswa berprestasi namun tidak mampu di lingkungan kampusnya. Melihat kenyataan ini, dia menegaskan, sekarang tidak ada alasan untuk mahasiswa yang berprestasi tetapi miskin untuk tidak kuliah. "Sebab, biaya pendidikan dan beasiswa sudah banyak disediakan baik dari pemerintah, kampusnya sendiri ataupun dari swasta," ujarnya.
Tahun depan, pemerintah akan menggratiskan biaya SNMPTN. Kebijakan ini diambil untuk memperluas akses pendidikan bagi para siswa SMA yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
(rfa)
