Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mahalnya Mimpi Seorang Calon Apoteker

Budi Sunandar , Jurnalis-Kamis, 20 Juni 2013 |11:26 WIB
Mahalnya Mimpi Seorang Calon Apoteker
Ilustrasi. (Foto: Reuters)
A
A
A

PADANG - Siapa yang tidak ingin bersekolah tinggi dan sukses di masa depan? Namun apa dikata jika batasan ekonomi dan biaya hidup menjadi sebuah penghalang.

Nasib inilah yang tengah dialami oleh seorang siswa miskin yang dinyatakan lulus SNMPTN 2013 dengan bidang studi farmasi Universitas Andalas, Padang. Di tengah himpitan ekonomi dan menjadi tulang punggung keluarga, siswa ini dihadapkan dengan pilihan masa depannya menjadi seorang apoteker atau hanya sebuah mimpi.

Ratusan siswa yang lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (PTN) dengan penyaluran minat dan bakat melalui sekolah sekolah (PMDK) memadati gedung Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang untuk melakukan pengisian data.

Salah satunya adalah Vivi Fahdiyanti, siswa SMU 2 Padang yang lulus dengan nilai kimia terbaik melalui jalur PMDK yang diterima di Fakultas Kedokteran Jurusan Farmasi, Universitas Andalas, Padang.

Vivi merupakan salah satu siswa kurang mampu yang berprestasi di sekolahnya dengan memegang map berwarna hijau, Vivi berada di antrean ratusan siswa lain yang hendak mendaftarkan diri di kampus tersebut. Satu per satu biodata diri dari Vivi dicatat dan diserahkan ke pihak kampus guna pembuatan kartu mahasiswanya karena lulus dengan jalur PMDK, Vivi tidak dikenakan biaya pendaftaran.

Namun siapa sangka, siswa pintar ini berasal dari keluarga tidak berpunya tinggal di jalan Bhayangkara RT 03 RW 13 Tunggul Hitam, Kota Padang di sebuah gubuk mungil yang berlantaikan tanah. Vivi tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Selain menjadi tulang punggung keluarga, Vivi juga hidup dari belas kasihan para tetangganya karena ayahnya telah meninggal karena sakit.

Jangankan televisi, listrik saja belum masuk ke gubuk ini, hanya sebuah lampu minyak yang setiap harinya dijadikan teman di kala malam hari bagi kedua orang penghuni gubuk ini. Beruntung hari ini tidak hujan, dan lantainya tidak becek karena hanya beralaskan tanah.

Sambil membolak balik buku dan lembaran hasil pendaftarannya siang tadi, Vivi terpikir dari mana biaya kuliahnya nanti. Sedangkan biaya hidupnya saja morat marit dan tidak jelas sampai sekarang. Apakah keinginannya untuk menjadi seorang apoteker hanyalah sebuah angan angan dan menjadi mimpi karena keterbatasan ekonominya.

Sementara Syamsinar, ibunya, hanya bisa mengeluarkan air mata melihat putrinya yang berharap menjadi seorang apoteker karena tidak bisa berbuat apa-apa. Selain sudah sakit-sakitan, dirinya tidak mempunyai harta warisan atau tanah yang bisa dijual untuk biaya kuliah anaknya ini.

Uluran tangan dari para dermawan dan orang-orang yang berpenghasilan lebih tentunya bisa mengurangi beban Vivi dalam menempuh masa depannya kelak, untuk bercita-cita menjadi seorang apoteker karena hingga saat ini mimpi menjadi seorang calon apoteker mahal baginya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement