JAKARTA - Tahun politik yang penuh dinamika dan persaingan, serta konstelasi pemilu yang makin dekat di tahun 2014 mendorong media untuk berlomba untuk menyajikan berita dan liputan terbaiknya.
Karena itu, media diingatkan harus juga mampu menjadi bagian penting dari demokrasi yakni media bisa berfungsi sebagai literacy politik atau memberi pengetahuan politik yang benar dan mencerahkan.
Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Pengawas KKP Lakukan Upacara Bawah Laut
“Media sangat berperan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, tetapi media hendaknya tidak mereduksi demokrasi untuk kepentingan sempit kelompok tertentu,” ujar pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Jakarta, Gun Gun Heryanto, Jumat (6/12/2013).
Dalam kaitan literacy politik ini, Gun Gun mengatakan, media hendaknya mengkritisi berbagai peristiwa, termasuk publikasi hasil survei yang kerap dipertanyakan publik.
"Survei yang hasilnya mengorbitkan figur atau partai tertentu atau sebaliknya merendahkan tokoh dan partai tertentu, mesti dipertanyakan media, bagaimana dan mengapa bisa terjadi seperti itu?” ujar Gun Gun
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute ini mengingatkan, media tidak terjebak pada dosa mematikan yang pernah disampaikan jurnalis dan ahli sejarah Amerika Serikat Paul Johnson yakni abuse of power. Contoh abuse of power, kata Gun Gun, adalah mendramatisasi dan mempolitisasi fakta sedemikian rupa sehingga mengaburkan fakta yang sesungguhnya.
Persaingan yang makin sengit di ranah politik mengkhawatirkan banyak kalangan. Pasalnya, konstelasi pemilu 2014 lebih ketat dibandingkan dengan 2009, sebab media akan menjadi unsur yang sentral sebagai ujung tombak pembentukan opini.
“Yang mengkhawatirkan adalah terjadinya distorsi, dan itu sudah berlangsung dalam berbagai peristiwa,” papar Gun Gun.
Jadi ini memang konsekuensi demokrasi yang bertumpu pada media.Karena itu, media mempunyai tugas besar untuk ikut meningkatkan kualitas demokrasi dengan menghindari politisasi hukum yang sedang berproses.
(ydh)