Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Berakhirnya 120 Tahun Teror KNIL

Randy Wirayudha , Jurnalis-Minggu, 26 Juli 2015 |08:01 WIB
Berakhirnya 120 Tahun Teror KNIL
pasukan KNIL (foto: Wikipedia)
A
A
A

RATUSAN tahun orang-orang campuran berkulit putih, hitam, kuning maupun coklat dengan berseragam lengkap, berpostur tegap serta derap langkah yang senantiasa mantap, menebar teror buat semua individu yang menyatakan ingin merdeka dari Belanda.

Soal apa dan siapa mereka, bala serdadu KNIL jawabannya. Satuan yang sedianya lebih banyak dihuni orang pribumi ini, rela menindas pribumi lainnya yang menentang dan berseberangan dengan kebijakan Hindia-Belanda.

Koninklijk Nederlands Indisch Leger nama asli kesatuan ini. Tapi setelah 120 tahun jadi kepanjangan tangan Belanda di sisi militer di Indonesia yang dulu bernama Hindia-Belanda, akhirnya bubar juga, 26 Juli 1950 atau 65 tahun lampau, berdasarkan surat keputusan kerajaan Nomor K-309 sebelumnya tertanggal 20 Juli 1950. Kesatuan ini tak pernah lepas dari setiap jejak sejarah di nusantara, terutama jejak konflik antara para agresor Belanda dengan kelompok-kelompok perlawanan di berbagi daerah.

Menarik petilasan panjang tentang eksistensi KNIL, kesatuan ini dibentuk tak lama pasca-Perang Diponegoro atau Perang Jawa di abad 19. Gubernur Jenderal van den Bosch memprakarsai berdirinya KNIL pada 4 Desember 1830, tiga tahun setelah rampung Perang Diponegoro.

Satuan ini awalnya dinamakan “Algemeene Orders voot het Nederladsch-Oost-Indische Leger”. Sementara predikat “Koninklijke” baru disarankan Raja Willem I sebagai kepanjangan tangan dalam hal militer buat Kerajaan Belanda. Pun begitu, penggunaan sebutan KNIL sendiri baru terjadi atas inisiatif Hendrik Colijn pada 1933.

Para rekrutan KNIL pada awalnya bukan berasal dari warga Belanda sendiri, melainkan para prajurit bayaran macam “Legionnaire” alias legiun asing Prancis yang tersohor itu. Rekrutan KNIL awalnya berasal dari Prancis, Jerman, Belgia, Swiss hingga para budak Afrika.

Seperti dikutip dari buku ‘Pribumi Jadi Letnan KNIL’, sekira tiga ribu budak dari Ghana dibeli pemerintah kolonial untuk memperkuat KNIL. Mereka pun diakui sebagai warga negara Belanda dan dari sini muncul istilah Belanda Hitam.

Faktor (klasik) ekonomi jadi hal yang membuat banyak orang, terutama para desertir atau orang buangan dari negara lain, mau bergabung ke KNIL. Sebagai contoh, pada 1870 saja satu prajurit KNIL bisa digaji 300 Gulden sebulannya. Jumlah yang cukup menggiurkan di masa itu lantaran setara dengan gaji buruh setahun lamanya.

Sementara untuk perekrutan pribumi sebagai serdadu atau Teeken Soldij, biasanya bekerja sama dengan kepala desa setempat untuk mengambil para pemuda desa di berbagai wilayah, seperti Jawa, Sulawesi Utara serta Maluku. Jika lulus pendidikan prajurit, mereka juga diberikan upah.

Kiprah serdadu KNIL setelah resmi dibentuk (1830), baru terjadi dua tahun kemudian, di mana mereka diperintahkan menumpas pemberontakan etnis China di Karawang.

Soal karier dalam KNIL, orang-orang pribumi juga punya kesempatan yang cukup baik untuk mendaki karier militernya, kendati hanya sebagian kecil dan itu pun karena berasal dari keluarga terpandang atau punya keturunan darah biru (bangsawan).

Hamid Alkadrie yang kemudian didapuk jadi Sultan Hamid II, jadi orang pribumi dengan pangkat perwira tinggi, lantaran juga mengenyam pendidikan di KMA (Koninklijke Militaire Academie) Breda di Belanda dengan pangkat Mayor Jenderal.

Abdulkadir Widjojoatmojo sempat mencapai pangkat kolonel meski akhirnya tak pernah gabung TNI dan Oerip Soemohardjo, jadi salah satu tokoh yang paling berpengaruh di antara para serdadu KNIL pribumi, meski hanya mencapai pangkat Mayor.

Para perwira KNIL angkatan berikutnya banyak tercetak dari KMA Bandung. Beberapa nama di antaranya pilih melepas atribut KNIL mereka saat Jepang masuk ke Indonesia, seperti Abdoel Haris Nasution, Didi Kartasasmita, Soeriadarma, Tahi Bonar Simatupang, Adolf Lembong, hingga Alex Evert Kawilarang.

Sementara pada 1942, para kombatan KNIL lainnya terpaksa vakum lantaran kalah dari Jepang yang kemudian berganti berkuasa di Indonesia. Tapi kekuatan KNIL kembali dibangun, segera pasca-Jepang menyerah tiga tahun kemudian.

Di saat kembali membangun kekuatan itulah, pemerintah Hindia-Belanda “memanggil” lagi para pribumi untuk masuk KNIL. Beberapa di antara mereka menolak dan pilih masuk barisan kelaskaran atau Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Sedangkan yang lainnya–yang menganggap Republik Indonesia yang baru lahir takkan mampu bertahan lama, akhirnya kembali masuk KNIL. Sejumlah bentrokan harus dilakoni dengan saudara sendiri selama kurang lebih lima tahun lamanya.

Hingga pada akhirnya pada 25 Juli 1950, komandan terakhir KNIL pengganti Letjen Simon Spoor yang meninggal, Letjen Dirk Cornelis Buurman van Vreeden, menyerahkan markas besar KNIL pada Kolonel A.H. Nasution selaku Kepala Staf Angkatan Darat dan pada 26 Juli 1950 tepat pada pukul 00.00, KNIL dibubarkan.

Adapun sisa-sisa personel KNIL, sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), diberi pilihan untuk meleburkan diri ke APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat), atau ke Koninklijke Landmaact (AD Belanda).

Sekira 60 ribu eks-KNIL yang pilih meleburkan diri ke APRIS, diharuskan diterima dengan pangkat yang sama. Sementara sekira lima ribu personel KNIL asal Ambon, memilih ikut dibawa pulang ke Belanda.  (awl)

(Susi Fatimah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement