Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

TOP FILES: Secuplik Kepiluan di Balik Kebanggaan Patung Pancoran

Randy Wirayudha , Jurnalis-Rabu, 11 Januari 2017 |07:31 WIB
TOP FILES: Secuplik Kepiluan di Balik Kebanggaan Patung Pancoran
Tugu Patung Dirgantara atau yang bisa dikenal umum sebagai Patung Pancoran (Foto: Arif Julianto/OKEZONE)
A
A
A

PATUNG Pancoran atau yang punya nama asli Patung Dirgantara di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, jadi salah satu ikon Ibu Kota yang paling dibanggakan. Tapi tak banyak yang tahu bahwa patung ini menyimpan kisah sendu tentang sang pemahat dan Presiden pertama RI Ir Soekarno.

Sempat dijabarkan bahwa patung ini didirikan atas keinginan sang “Bung Besar” dan dikerjakan pemahat kepercayaan Soekarno, Edhi Sunarso dengan disokong bantuan Keluarga Arca Yogyakarta.

Total dana yang harus dirogoh untuk pembuatan patung ini sebesar Rp12 juta – sangat besar bagi ukuran perekonomian zaman itu (1964-1965). (Baca: TOP FILES: Mitos di Balik Arah Acungan Tangan Patung Pancoran)

Sayangnya, pembuatan patung dengan makna bahwa bangsa Indonesia tak kalah besar soal kedirgantaraan dibanding Amerika Serikat dan Uni Soviet, sempat mandek akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

Patung itu awalnya diinginkan Bung Karno sebagai pengingat, bahwa meski dalam hal teknologi kedirgantaraan (Indonesia) masih kalah ketimbang dua negara adidaya itu, setidaknya Indonesia masih punya para pahlawan dirgantara yang tak kalah heroik di masa revolusi.

Pada awalnya, ongkos pengerjaan patung perunggu seberat 11 ton ditanggung lebih dulu oleh Edhi Sunarso. Ketika sudah rampung, patung itu beberapa saat masih tersimpan dalam bentuk beberapa potongan yang siap dirangkai di Studio Arca Yogyakarta.

Tapi karena sang pemahat tak lagi punya dana dan terlilit utang, patung itu tak jua dirangkan dan dipasang. Bung Karno pada akhirnya ikut turun tangan dan menjual salah satu mobil Buick-nya, demi mendanai pengiriman dan pemasangan patung itu dari Yogya ke Jakarta.

Mobil itu terjual sekira Rp1.750.000,- dan bergeraklah Edhi Sunarso mulai merangkai satu per satu patungnya. Bung Karno juga sempat dua kali menginspeksi pemasangan patungnya, kendati harus susah payah minta izin keluar dari Wisma Yaso.

Tapi di suatu pagi pada 21 Juni 1970 saat Edhi Sunarso masih di puncak Patung Dirgantara untuk mengawasi perampungan pemasangan patungnya, dia melihat rombongan mobil dari Wisma Yaso menuju Lanud Halim Perdanakusuma.

Ternyata, itu adalah rombongan mobil jenazah Bung Karno yang akan diterbangkan ke pemakamannya di Blitar, Jawa Timur. Pengerjaan final patung itu baru kembali dilakukan lagi sekira sebulan setelah Bung Karno wafat.

Setelah selesai, patung itu berdiri tegak begitu saja. Tanpa peresmian, tanpa dinamai, bahkan tanpa lunas terlebih dulu utang biayanya.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement