GRENOBLE – Benua Eropa sedang bergejolak dari segi keamanan. Inggris belakangan menjadi sasaran serangan terorisme. Sedikitnya empat kali aksi pembunuhan brutal terjadi secara terpisah dalam waktu berdekatan di London. Terakhir, yakni insiden mobil van menabrak jamaah Muslim yang baru saja keluar salat tarawih dari Masjid Finsbury Park.
Ancaman yang sama intensnya juga melanda tetangga Inggris, yaitu Prancis. Tak dapat dipungkiri, sentimen islamophobia sempat merebak di penjuru Negeri Mode setelah tragedi serangan teroris pada 13 November 2015 di Paris.
Setelah serangan yang menewaskan 130 orang itu, sejumlah kota di Prancis masih saja terancam. Di Nice, seperti di London, pernah juga terjadi insiden mobil van menabrak pejalan kaki.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan bagaimana orang Islam menjalankan kehidupannya di Prancis pascateror.
Adalah Saldhyna di Amora, WNI lulusan S2 Kimia di Université Paris Sud, Paris, yang berbagi kisahnya kepada Okezone.
Berbeda dengan pemberitaan di media barat, sulung dari tiga bersaudara itu mengatakan, Prancis justru punya toleransi beragama yang tinggi. Ia mencontohkan selama menjalani ibadah puasa di negara empat musim ini, orang Prancis bisa menahan diri untuk tidak menawarkan makan pada jam makan siang.
“Saat saya masih menjalani studi master, teman-teman laboratorium saya mengadakan acara piknik makan siang di pinggir danau kampus. Meskipun saat itu Ramadan dan saya sedang berpuasa, saya tetap diajak ke acara tersebut,” tuturnya.
Follow Berita Okezone di Google News