GRENOBLE – Warga negara Indonesia yang menetap di Grenoble, Prancis, Saldhyna di Amora mengungkap, semangat Ramadan di luar negeri mampu membuka perspektif baru kehidupan Muslim. Dalam kasusnya, perempuan yang akrab disapa Selly itu selain dapat pengalaman baru, juga dimampukan melihat sisi lain kehidupan umat Islam sebagai minoritas.
Ia berujar, perasaan senang dan bangga jadi satu. Senang ketika bisa saling bertukar salam, bangga karena sedikit tetapi bisa tetap teguh menjalani ibadah puasa dikelilingi begitu banyak cobaan. Misalnya, restoran pasti tetap buka pada siang hari. Belum lagi ajakan makan dari teman-teman yang sulit dihindari.
“Perasaan senang dan bangga muncul saat berpapasan dengan sesama muslim. Pasti kami menebar salam ‘Assalamu'alaykum’, lalu mereka jawab, ‘Ramadan mubarok’ sambil senyum. Hal-hal kecil seperti ini yang jarang saya dapatkan di Indonesia,” paparnya.
Di sisi lain, berkecamuk rasa sedih dan rindu dalam dadanya. Utamanya dirasakan ketika tidak bisa ngabuburit. Kalaupun keluar cari takjil, aneka camilan buka puasa yang tersedia berasal dari negara Muslim lain, yang sering kali rasanya tidak sesuai dengan selera lidah orang Indonesia.
“Sedihnya, saya tidak bisa jajan aneka takjil Indonesia, seperti gorengan, siomay, batagor, dan lain-lain,” katanya sambil terkekeh.
Selly menambahkan, meski jauh dari Tanah Air, ia tetap menikmati suasana Ramadan di Prancis. Menurutnya, salah satu hal yang membuat ibadah puasa di Prancis tetap terasa nikmat adalah nuansa kemajemukan di antara komunitas Muslim dari berbagai negara.
“Walaupun Prancis bukan negara mayoritas Muslim, negara ini memiliki banyak kaum pendatang dari negara-negara Muslim. Khususnya dari Afrika Utara, seperti Aljazair, Maroko dan Tunisia,” pungkasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(Sil)