TASHKENT – Pemerintah Uzbekistan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah perundingan damai antara Afghanistan dengan Kelompok Militan Taliban. Langkah itu akan menjadikan Tashkent sebagai salah satu pemain dalam menyelesaikan konflik antara kedua belah pihak di negara tetangganya yang telah berlangsung selama belasan tahun.
BACA JUGA: Presiden Afghanistan Tawarkan Pembicaraan Damai Tanpa Syarat Pada Taliban
Negara bekas Uni Soviet itu tengah berusaha untuk menaikkan profilnya di dunia internasional sebagai bagian dari kampanye yang diluncurkan Presiden Shavkat Mirziyoyev untuk membuka Uzbekistan dan menarik investor asing. Kampanye itu diluncurkan untuk membangkitkan gairah ekonomi di negara berpopulasi 32 juta jiwa itu setelah isolasi dan stagnasi yang berlangsung selama beberapa dekade.
"Kami siap untuk menciptakan semua kondisi yang diperlukan, pada setiap tahap proses perdamaian, untuk mengatur di wilayah Uzbekistan, pembicaraan langsung antara pemerintah Afghanistan dan gerakan Taliban," kata Presiden Mirziyoyev dalam sebuah konferensi di Tashkent yang dihadiri Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (28/3/2018).
Konferensi itu juga dihadiri oleh Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini dan sejumlah menteri luar negeri termasuk Rusia dan Turki. Namun tidak ada perwakilan Taliban dalam acara tersebut.
Bulan lalu, Presiden Ghani menawarkan untuk mengakui Taliban sebagai kelompok politik yang sah sebagai bagian dari proses politik yang diusulkan. Dia mengulangi tawaran itu pada Selasa, 27 Maret dan mengatakan akan "membiarkan surat suara menggantikan peluru".
Ghani juga mengusulkan gencatan senjata dan dilepaskannya tawanan sebagai bagian dari sejumlah opsi termasuk pemilihan, keterlibatan militan dan pengkajian ulang konstitusi dalam perjanjian dengan Taiban.
Under Secretary untuk Urusan Politik Amerika Serikat, Thomas Shannon memperingatkan bahwa jika Taliban menolak tawaran itu maka tidak ada pilihan lain bagi Amerika Serikat dan Afghanistan untuk melakukan perlawanan.
Mirziyoyev memegang kekuasaan di Uzbekistan, negara mayoritas Muslim di Asia Tengah setelah meninggalnya Presiden Islam Karimov pada 2016. Dia berusaha memulihkan hubungan antara Tashkent dengan Barat yang renggang pada masa Pemerintahan Karimov karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
BACA JUGA: Presiden Interim Uzbekistan Menang Besar dalam Pilpres
Mirziyoyev menjanjikan liberalisasi Uzbekistan dan telah meluncurkan kampanye diplomatik untuk membawa investasi asing dan meningkatkan perdagangan ke negara itu.
Follow Berita Okezone di Google News
(dka)