KUPANG - Mimpi Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) miliki satu gedung representatif untuk pameran hasil produksi dan kerajinan warga di provinsi berbasis kepulauan itu, kandas. Rancangan awal pemerintah dan wakil rakyat di DPRD NTT dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp29 miliar dari APBD 2018 itu kini sedang terseret korupsi.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi NTT, Yulia Arfa adalah salah satu dari enam tersangka yang kini sedang duduk di kursi pesakitan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
Baca Juga: Kasus NTT Fair, Mantan Gubernur Disebut Minta Fee 2,5%
Seperti diketahui gedung NTT Fair tersebut mulai dibangun Mei 2018 dengan dana yang bersumber dari APBD NTT sejumlah Rp29 miliar. Namun, hingga batas akhir waktu pengerjaan di Desember 2018, proyek yang ditangani Dinas Perumahan Rakyat NTT itu tak kunjung rampung. Kemudian, proyek diperpanjang selama 50 hari kemudian ditambah lagi 40 hari.
Hingga pertambahan waktu, kontraktor tidak juga mampu merampungkan pekerjaan. Progres pembangunan gedung per 31 Maret 2019 hanya mencapai 54,8 persen. Di sisi lain, anggaran pembangunan gedung ternyata sudah cair 100 persen.
Proses pencairan dana 100 persen itu terjadi karena dilakukan sejumlah hal menyimpang antara lain, menaikan progres pekerjaan dan memanipulasi tandatangan sejumlah pihak.
Proyek ini pun akhirnya dibidik aparat kejaksaan dan diproses hingga menetapkan Kepala Dinas Perumahan Rakyat NTT Yuli Arfa dan kontraktor proyek itu sebagai tersangka.
Kasus yang mulai dilidik pihak Kejaksaan Tinggi NTT sejak Mei 2019 silam itu sebenarnya sama dan setara dengan sejumlah kasus korupsi yang disidang di pengadilan itu. Namun kasus ini mendadak heboh dan menyita perhatian publik Nusa Tenggara Timur, karena proyek yang dikerjakan PT Cipta Eka Putri itu menyeret bekas Gubernur NTT Frans Lebu Raya.
Sejak awal penyelidikan dan penyidikan, Frans Lebu Raya sudah diseret. Namanya bahkan disebut berulang kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang ada di persidangan.