JAKARTA - Kecoa Jerman, Blattella germanica L. (Dictyoptera: Blattellidae) merupakan salah satu hama permukiman yang cukup sulit dikendalikan. Salah satu teknik pengendalian kecoa Jerman yang aman terhadap lingkungan adalah menggunakan umpan.
Namun masalah yang dihadapi saat ini adalah berkembangnya perilaku glucose aversion pada kecoak Jerman, sehingga pengendalian berbasis umpan mengalami kegagalan.
Baca Juga: Di Kamar Suka Lakukan Ini, Telinga Pria Jadi Sarang Kecoa
Melansir situs resmi Unsoed, Jakarta, Minggu (26/1/2020), penelitian ini bertujuan untuk, mendeteksi potensi perkembangan perilaku glucose aversion pada kecoa Jerman di Indonesia, menganalisis respon kemosensorik pada kecoa Jerman melalui pengamatan perilaku pemilihan terhadap gula, menganalisis respon metabolik yang mendasari proses pemilihan gula pada kecoa Jerman melalui pengukuran indeks nutrisi.
Pengendalian kecoa Jerman berbasis umpan, dibutuhkan umpan dalam jumlah sedikit dengan formulasi berisi fagostimulan yang dapat menarik kecoak untuk datang dalam waktu yang cepat serta bahan aktif insektisida yang bekerjanya secara slow action. Karena dengan bahan aktif yang bersifat slow action memungkinkan bagi kecoa untuk memakannya beberapa saat sebelum gejala toksik muncul dan kembali ke sarangnya.
Baca Juga: Meski Menjijikkan, Kecoa Ternyata Banyak Manfaatnya untuk Kesehatan!
Dengan memanfaatkan perilaku kecoa yang mempunyai sifat nekrofagi (memakan individu lain yang telah mati) dan koprofagi (memakan feses), maka dimungkinkan kecoak yang telah memakan umpan mengandung bahan aktif bersifat slow action akan mati di sarangnya, serta memungkinkan kecoa lain yang ada di dalam sarang akan memakannya ataupun akan memakan fesesnya, sehingga menyebabkan kematian pada individu lainnya yang ada di dalam sarang.
Dalam hal ini juga dijelaskan, beberapa tahap bagaimana pengendalian kecoa tersebut diberlakukan. Pada tahap pertama digunakan 21 strain kecoak Jerman yang berasal dari 12 provinsi di Indonesia, yaitu strain Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Bengkulu, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Surabaya, Samarinda, serta satu strain berasal dari Vector Control Research Unit (VCRU) Universiti Sains Malaysia sebagai strain standar rentan insektisida.