WASHINGTON - Eksperimen “pesan dalam botol” atau “message in a bottle” berteknologi tinggi menunjukkan bagaimana polusi plastik di sungai dapat menyebar hampir 2.000 mil hanya dalam waktu tiga bulan
Studi baru ini dilakukan sebagai bagian dari ekspedisi National Geographic Society’s Sea to Source: Ganges expedition. Proyek ini bekerja sama dengan Institut Satwa Liar India (WII) dan Universitas Dhaka di Bangladesh, yang bertujuan untuk membantu mengidentifikasi solusi atas krisis sampah plastik.
Eksperimen yang didukung National Geographic ini memperlihatkan bagaimana perjalanan “botol pesan” itu. Studi ini menggunakan 25 botol, semua dengan ukuran, bentuk dan daya apung yang sama. Ini dimaksudkan untuk meniru pergerakan botol plastik yang dibuang dan meniru jalur polusi plastik di sungai.
Para peneliti mengirimkan 25 botol di berbagai lokasi di sepanjang Sungai Gangga dan berhasil melacak beberapa di antaranya melalui sungai dan ke Teluk Benggala.
Mereka juga melepaskan tiga botol langsung ke Teluk Benggala untuk meniru jalur yang diikuti sampah saat mencapai laut.
Peneliti Inggris menempatkan GPS dan tag satelit dalam botol plastik di sungai Gangga dan Teluk Benggala di puncak Samudra Hindia.
Adapun jarak maksimum yang ditempuh salah satu botol, B2, mencapai 1.768 mil (2.845 km) dalam 94 hari, atau lebih dari tiga bulan, bergerak ke arah barat dekat dengan garis pantai timur India.
Data dari makalah penelitian menunjukkan rata-rata 22 botol yang berhasil mengirimkan data menempuh perjalanan rata-rata sekitar 165 mil (267 kilometer).
Para peneliti mengatakan “label botol” dapat menjadi alat pendidikan yang berharga untuk kesadaran publik tentang polusi plastik, yang dapat mencemari saluran air, menghancurkan kehidupan laut, dan bahkan mengancam keamanan pangan saat tertelan oleh makanan laut.
Menurut Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), setidaknya 8 juta ton plastik berakhir di lautan kita setiap tahun.
“Label pesan dalam botol kami menunjukkan seberapa jauh dan seberapa cepat polusi plastik dapat bergerak,” kata penulis utama studi Dr Emily Duncan di Pusat Ekologi dan Konservasi di Kampus Penryn Exeter di Cornwall, dikutip Daily Mail.
“Ini menunjukkan ini adalah masalah yang benar-benar global, karena sepotong plastik yang jatuh di sungai atau lautan dapat segera terbawa ke sisi lain dunia,” terangnya.
Dr Duncan dan rekannya mengembangkan metode pelacakan open-source baru, murah, yang menggunakan botol plastik 500 mililiter yang direklamasi.
Tim menempatkan elektronik yang dirancang khusus di dalam botol ini, memungkinkan mereka untuk dilacak melalui jaringan seluler GPS dan teknologi satelit.
“Perangkat keras di dalam setiap botol plastik sepenuhnya open source, memastikan peneliti dapat mereplikasi, memodifikasi atau meningkatkan solusi yang kami berikan untuk melacak plastik lain atau limbah lingkungan,” ujar penulis studi Alasdair Davies dari Zoological Society of London.
“Menyematkan perangkat elektronik di dalam botol plastik juga menghadirkan peluang unik untuk menggunakan pemancar seluler dan satelit, memastikan kami dapat melacak pergerakan setiap botol melalui saluran air perkotaan di mana jaringan telepon seluler tersedia, beralih ke konektivitas satelit setelah botol mencapai tempat terbuka,” terangnya.
Tim mengatakan, secara umum, botol di Sungai Gangga dipindahkan secara bertahap, dan kadang-kadang terjebak dalam perjalanan ke hilir.
Sedangkan botol di laut menempuh jarak yang jauh lebih jauh, mengikuti arus pantai pada awalnya, tetapi kemudian menyebar lebih luas.
Sementaar itu, 14 botol tidak diketahui “nasibnya”. Sisanya yang lain kemasukan air ke dalam botol dan membuat antena rusak. Botol yang lain ditemukan dan diambil orang.
Penulis menyoroti potensi botol agar menarik perhatian masyarakat. Hal ini berpotensi meningkatkan kesadaran, mencegah membuang sampah sembarangan, dan menginformasikan perubahan kebijakan polusi.
Sebelumnya, penelitian menunjukkan sungai mengangkut hingga 80 persen polusi plastik yang ditemukan di lautan.
Namun, menurut para peneliti Exeter transportasi sungai dari polusi plastik masih kurang dipahami, yang berarti diperlukan metode pelacakan baru.
(Susi Susanti)