Saufi menyebut, selama ini kurikulum di PTV telah dibangun dengan proses panjang. Namun, di sisi lain, IDUKA mengalami kemajuan yang sangat pesat, dari mulai teknologi, infrastruktur, bisnis digital, hingga keterbukaan pasar. Maka dari itu, pendidikan vokasi membutuhkan kurikulum yang up to date dengan industri.
“Hasil dari asesmen kurikulum berupa profil kesenjangan kompetensi, yang selanjutnya digunakan untuk melakukan tinjau ulang kurikulum dan sarana-prasarana. Langkah asesmen ini penting dilakukan agar efektivitas dan efisiensi pendidikan vokasi meningkat,” tuturnya.
Saufi menyebut, dalam penyusunan kurikulum, PTV wajib untuk melibatkan industri sehingga terwujud link and match. Ia kemudian mencontohkan pola pendidikan di Eropa yang mampu menjadikan vokasi sebagai primadona bagi masyarakat lantaran dapat menjamin lulusannya untuk siap kerja di industri.
Sementara di Indonesia pendidikan vokasi masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua, belum lagi masih rendahnya kepercayaan masyarakat dan DUDI terhadap output lulusan vokasi.
Hal senada disampaikan Prof Benny Tjahjono. Menurutnya, pendidikan vokasi di setiap negara memiliki ciri khas masing-masing. Pola pendidikan vokasi di Inggris belum tentu cocok diterapkan di Tanah Air. Pasalnya, mutu pendidikan vokasi di Indonesia belum sepenuhnya merata, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.