JAKARTA – Donald Trump baru saja mencatat sejarah dengan menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pertama yang dua kali dimakzulkan menyusul keputusan Kongres AS pada Rabu (13/1/2021). Pemakzulannya kali ini terkait dengan kerusuhan di Gedung Capitol, Washington, DC pada 6 Januari 2021.
Sebelumnya, pada Februari 2020, DPR AS telah mengambil suara untuk mendepak Trump dari jabatannya dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan terkait dengan dugaan tekanan terhadap Ukraina untuk menyelidiki Hunter, putra dari Joe Biden, yang saat itu menjadi saingan terberatnya dalam pemilihan presiden. Namun, Senat AS yang dikuasai Partai Republik kemudian membebaskan Trump dari semua tuduhan.
BACA JUGA: Pecah Rekor, Trump Dimakzulkan Dua Kali
Biden sendiri akhirnya menjadi ancaman yang nyata bagi Trump dan mengalahkannya dalam pemilihan presiden November 2020.
Meski menjadi presiden AS pertama yang dua kali dimakzulkan dalam satu masa jabatan, Trump bukanlah satu-satunya presiden AS yang pernah dimakzulkan. Berikut beberapa presiden AS sebelumnya yang juga dilengserkan karena proses tersebut:
Andrew Johnson

Andrew Johnson adalah presiden ke-17 AS, yang menjabat setelah pembunuhan presiden sebelumnya, Abraham Lincoln, pada 1865. Dia dikenal sebagai pendukung supremasi kulit putih, yang sangat bertolak belakang dengan Lincoln, seorang pendukung pembebasan perbudakan.
Setelah menjabat, Johnson mengambil langkah ekstrem dengan memveto undang-undang hak sipil, secara sepihak mengampuni ratusan mantan pemimpin Konfederasi dan menyerukan pembunuhan musuh-musuh politiknya.
Sejarawan Brenda Wineapple dalam bukunya “The Impeachers” menjelaskan bahwa Johnson pada dasarnya dimakzulkan karena merongrong perjuangan persamaan ras.
BACA JUGA: Ini Alasan Kenapa Trump Dimakzulkan
Tetapi sebagian besar pasal pemakzulan terhadapnya didasarkan pada tuduhan karena Johnson memecat Edwin Stanton, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perang. Stanton berperan penting dalam menentang serangan rasis terhadap hak pilih untuk mantan budak.
Meski dimakzulkan, Johnson tetap memegang jabatannya setelah pemungutan suara di Senat memenangkannya dengan selisih satu suara. Para sejarawan mengatakan bahwa ada indikasi penyuapan dalam proses pemungutan suara itu.
Richard Nixon

Pada November 1972, Nixon kembali terpilih sebagai presiden AS dengan margin kemenangan terbesar dalam sejarah. Namun, lima bulan sebelumnya, sebuah pencurian di markas Partai Demokrat di kompleks Hotel Watergate, memicu rangkaian peristiwa yang mendorong pemakzulannya.
Penyelidikan terhadap pencurian itu mengungkap praktik kampanye kotor untuk menyerang lawan-lawan politik Nixon, yang dibiayai oleh dana rahasia dan dirancang oleh sang presiden sendiri. Selama berbulan-bulan, Nixon secara terbuka membantah terlibat atas skema spionase tersebut.
Pada 1973, penyelidikan pemakzulan dibuka setelah Nixon memecat dua pejabat tinggi di departemen kehakiman karena menolak memecat Archibald Cox, jaksa penuntut khusus yang menyelidiki kasus Watergate.
Barang-barang bukti pun bermunculan, termasuk rekaman percakapan Nixon di Ruang Oval.
Pada Juli 1974, sepertiga dari anggota Partai Republik yang terpilih di komite kehakiman DPR bergabung dengan Demokrat untuk menyetujui tiga pasal pemakzulan Nixon: menghalangi keadilan, penyalahgunaan kekuasaan, dan penghinaan terhadap Kongres.
Di bawah tekanan dari sesama anggota Partai Republik, Nixon mengundurkan diri pada 9 Agustus 1974, sebelum DPR memberikan suara untuk pemakzulannya.
Bill Clinton

Lengsernya Presiden ke-42 AS, Bill Clinton pada 1998 banyak dikaitkan pada hubungan gelapnya dengan karyawan magang Gedung Putih, Monica Lewinsky, namun, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Clinton dimakzulkan karena dia dituduh berbohong kepada dewan juri pengadilan dalam kasus lain, yang masih berkaitan dengan perselingkuhan tersebut.
Menanggapi gugatan pelecehan seksual yang diajukan oleh mantan pegawai Negara Bagian Arkansas, Paula Jones, Clinton membantah dalam posisi bersumpah dan wawancara video bahwa ia tidak memiliki hubungan seksual dengan Lewinsky.
Penegasan itu dibantah oleh sebuah laporan yang diajukan ke Kongres oleh penasihat independen Kenneth Starr, yang mendokumentasikan hubungan Clinton dengan Lewinsky secara mendetail.
Proses pengaduan terhadap Clinton dibuka pada Oktober 1998, dan DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadapnya, yaitu sumpah palsu dan menghalangi keadilan. Pada Desember 1998. dua pasal lain yang diusulkan, yakni penyalahgunaan kekuasaan dan sumpah palsu untuk kedua kalinya ditolak.
Senat yang dipimpin Partai Republik membebaskan Clinton karena hanya mendapat 50 suara dari 67 suara dibutuhkan.