YANGON – Pemogokan umum menentang kudeta militer Myanmar pada Senin (22/2/2021) masih berlanjut, menyebabkan banyak bisnis ditutup. Sementara itu puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul di kota-kota di seluruh negeri, meski junta militer Myanmar memperingatkan korban jiwa mungkin bertambah.
Pada Minggu (21/2/2021), ribuan orang menghadiri pemakaman Mya Thwate Thwate Khaing, seorang wanita muda yang menjadi simbol perlawanan setelah ditembak di kepala pada 9 Februari saat melakukan protes.
BACA JUGA: Ribuan Orang Ikuti Pemakaman Demonstran yang Tewas Ditembak di Myanmar
Dua pengunjuk rasa lainnya tewas ditembak di Kota Mandalay pada Sabtu (20/2/2021), menandai hari paling berdarah dalam kampanye anti-kudeta di negara itu.
Tiga minggu setelah merebut kekuasaan pada 1 Februari, junta gagal menghentikan protes harian dan gerakan pembangkangan sipil yang menyerukan pembatalan kudeta dan pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Media milik negara MRTV memperingatkan pengunjuk rasa terhadap tindakan keras yang diambil militer pada Senin.
"Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa," kata media itu sebagaimana dilansir Reuters.
BACA JUGA: Inggris Sanksi para Jenderal Myanmar Terkait Kudeta Militer dan Pelanggaran HAM
Htet Htet Hlaing, (22 tahun), mengatakan dia takut dan telah berdoa sebelum bergabung dengan demonstrasi Senin, tetapi tidak berkecil hati.
“Kami tidak menginginkan junta, kami menginginkan demokrasi. Kami ingin menciptakan masa depan kami sendiri, ”katanya. “Ibuku tidak menghentikanku untuk keluar, dia hanya berkata 'hati-hati'.”
Di negara di mana tanggal dianggap menguntungkan, pengunjuk rasa mencatat pentingnya tanggal 22 Februari 2021 (22/2/2021). Para demonstran membandingkannya dengan demonstrasi pada 8 Agustus 1988 (8/8/1988) ketika generasi sebelumnya melancarkan protes anti-militer yang ditumpas dengan tindakan keras yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa.