Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Komnas HAM Terbitkan 5.000 Surat Pelanggaran HAM untuk Perlindungan

Riezky Maulana , Jurnalis-Senin, 01 Maret 2021 |15:52 WIB
Komnas HAM Terbitkan 5.000 Surat Pelanggaran HAM untuk Perlindungan
Ilustrasi (Foto: Dokumentasi Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyebutkan sampai dengan saat ini pihaknya telah menerbitkan kurang lebih lima ribu surat untuk para korban pelanggaran HAM.

Surat tersebut dapat digunakan korban untuk mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Komnas HAM lebih dari lima ribu sudah menerbitkan surat keterangan korban pelanggaran HAM, dan ini bisa digunakan oleh korban untuk ke LPSK," kata Beka dalam sebuah webinar, Senin (1/3/2021).

Penerbitan surat itu, sambung Beka, merupakan sebagai bentuk prinsip pemulihan korban. Menurutnya, pemulihan menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara karena bagian dari hak korban untuk mendapatkan keadilan.

Baca Juga: Komnas HAM Dukung TNI-Polri Lakukan Pengamanan di Papua

"Pemulihan sebagai hak korban. Pemulihan bukan bagian dari upaya untuk menutup suara korban guna mengungkap kebenaran dan mendapatkan keadilan. Pemulihan tidak akan ada tanpa pengungkapan kebenaran," ucapnya.

Dia pun mencatat, selama satu periode ini, Komnas HAM telah melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak tiga kali. Di setiap pertemuan itu, pihak Komnas terus meminta agar Presiden mempercepat penyelesaian kasus pelanggaran HAM, terutama HAM Berat dan hal itu disambut baik oleh Presiden.

"Presiden menyampaikan dengan jelas sudah memberi mandat sepenuhnya pada Menko Polhukam, Pak Mahfud, untuk menyelesaikan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus-kasus ini," ujarnya.

Dia melihat para korban pelanggaran HAM Berat, sebagai contoh, yaitu korban 1965 masih kurang mendapatkan kesejateraan, baik materi maupun sosial. Menurutnya, stigma dari masyarakat kepada para korban yang telah berusia lanjut itu masih sangat kentara.

"Sampai saat ini stigma terhadap korban, misalnya peristiwa 65 itu masih sangat kuat. Ketika korban berkumpul dianggap dianggap sedang menentang pancasila. Padahal jauh dari itu, karena sepengalaman Komnas HAM, misalnya mereka juga punya hak untuk berkumpul, berserikat, melepas kangen, arisan, pengajian dan lain sebagainya tapi juga sering distigmakan sedang berkumpul untuk mengganti ideologi pancasila. Mereka sudah sepuh-sepuh, sudah tua, bahkan ada beberapa yang kesehatannya menurun," ungkapnya.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement