JAKARTA - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Ari Fahrial Syam meminta Indonesia mengambil hikmah dari pandemi virus corona (Covid-19).
Mengingat tahun lalu pada Maret dan April di awal pandemi, sektor kesehatan Indonesia tidak bisa memproduksi alat pelindung diri (APD) dalam waktu singkat karena selama ini produk APD selalu import. Selain produksi APD, alat flocked swab saat awal pandemi pun harus impor karena ketidaktersediaan alat.
Hingga akhirnya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bersama Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) membuat flocked swab sampai memproduksi jutaan alat tersebut.
"Kemudian apa yang terjadi, April dan Mei banyak rumah sakit yang keterbatasan peralatan sehingga pasien banyak meninggal di IGD karena ventilator tidak ada. Akhirnya kami bersama-sama menciptakan ventilator dan sekarang diproduksi bahkan sekarang mulai masuk ke market," ujar Prof Ari kepada Radio MNC Trijaya, dalam Trijaya Hot Topic Petang, Selasa (23/3/2021).
Prof Ari menambahkan, Indonesia sebenarnya punya kemampuan memproduksi vaksin sendiri, contohnya Bio Farma. Hanya saja di awal ada keterlambatan produksi dan tinggal tunggu bagaimana bisa masuk ke produksi uji klinis. Ia berharap vaksinasi segera bisa dilaksanakan dengan baik dan siap untuk melaksanakan vaksinasi 2.000 hingga 3.000 vaksin per hari meski saat ini kapasitasnya hanya 1.000 per hari.
Ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku obat-obatan, peralatan dan yang lainnya salah satunya vaksin corona mencapai 90%. Meski, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan bahwa Indonesia harus mengurangi impor dan berharap hal ini dapat benar-benar diterapkan.
Baca Juga : Kasus Covid-19 Bertambah 5.227, Jawa Barat Jadi Penyumbang Terbanyak
"Contohnya paracetamol, obat umum bahan dasarnya aja masih impor. Semua orang minum obat paracetamol kok mesti impor," kata Prof Arif.
Pada kesempatan yang sama, mantan Menteri Perindustrian yang saat ini menjadi Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia Saleh Husin, harus mengakui Indonesia masih impor bahan baku obat hingga lebih dari 90%, yaitu: 60% dari China, 30% dari India dan 10% dari lain-lain
"Memang sebenarnya ada hal-hal yang bisa kita lakukan di dalam negeri misalnya dari herbal yang tentu tidak membutuhkan biaya investasi terlalu besar. Tapi kalau untuk hal-hal yang menjadi utama itu memang investasinya sangat besar yang tidak mungkin untuk sektor swasta masuk karena untuk pengembalian biaya overhead pabrik (BOP) nya cukup lama," kata Saleh.
Baca Juga : Jubir Wapres Tegaskan Tak Perlu Lagi Persoalkan Halal-Haram Vaksin AstraZeneca
Dia menambahkan, hal utama adalah saat ini pemerintah sudah berupaya dengan segala macam tenaga untuk mengatasi pandemi yang sedang kita hadapi bersama. Tentu harus diikuti oleh masyarakat luas untuk mengikuti anjuran-anjuran dari pemerintah.
(Erha Aprili Ramadhoni)