PORT AU PRINCE - Warga Haiti memberikan penghormatan kepada leluhur mereka untuk memperingati Hari Orang Mati pada Selasa (2/11/2021) dengan ritual voodoo yang penuh warna. Festival ini memberikan jeda di tengah kehidupan yang sulit di negara itu, dengan terjadinya kekurangan bahan bakar, kekerasan geng, dan angka malnutrisi yang meningkat.
Para pengikut voodoo di Haiti berkumpul di kuburan, banyak yang berpakaian putih dan beberapa datang dengan wajah tertutup bedak putih. Mereka bernyanyi dan menari sebagai bagian dari ritual yang melibatkan komunikasi dengan roh leluhur.
BACA JUGA: Tuntut PM Mundur, Geng Kriminal Haiti Blokade Pelabuhan dan Sebabkan Kelangkaan BBM
"Voodoo, jika Anda ingin mendefinisikannya, adalah sarana yang Anda miliki untuk membangun harmoni antara Anda dan segala sesuatu yang mengelilingi Anda, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat," kata Carl-Henry Desmornes, "ATI" atau pemimpin tertinggi agama tersebut, dalam sebuah wawancara dengan Reuters.
Lebih dari setengah penduduk Haiti yang berjumlah 11 juta jiwa diyakini mempraktikkan voodoo, agama yang dibawa dari Afrika Barat oleh pria dan wanita yang diperbudak dan dipraktikkan secara sembunyi-sembunyi di bawah pemerintahan kolonial Prancis.
Kepercayaan ini terkait erat dengan perjuangan melawan perbudakan di Haiti, yang mendeklarasikan kemerdekaan dari Prancis pada 1804, menyusul apa yang secara luas dianggap sebagai satu-satunya pemberontakan budak yang berhasil di dunia.
BACA JUGA: Heboh Kambing Kepala Buntung Ngambang di Sungai, Diduga Tumbal Pemuja Voodoo
"Meskipun kesulitan karena kekurangan bensin, orang-orang tetap melakukan perjalanan ke kuburan. Seperti yang saya bicarakan, mobil saya pun kehabisan bensin," kata Valcin Antoine, seorang pendeta voodoo atau "ougan" yang dikenal sebagai "Toutou," yang memimpin upacara pada Senin (1/11/2021) di sebuah pemakaman di Petion-ville pinggiran Port-au-Prince.
"Kami tidak takut ketika kami melakukan pekerjaan roh, karena mereka melindungi kami."