TAHUN 2021 diwarnai banyak kasus di mana anak kandung menggugat ibu sendiri atas suatu perkara. Salah satunya terjadi di Takengon, Aceh Tengah, Aceh.
Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajukan gugatan terhadap ibu kandung dan adik-adiknya. Gugatan ini terkait dengan rumah yang merupakan peninggalan almarhum ayahnya.
PNS itu bernama Asmaul Husnah, gugatan yang diajukan Asmaul Husnah teregister di Pengadilan Negeri Takengon nomor 9 pdt.g 2021 pn.tkn tanggal 19 Juli 2021, dengan perkara perbuatan melawan hukum.
Dalam kasus perdata ini, dia melakukan gugatan perdata terhadap ibu kandung dan empat saudaranya terhadap kepemilikan harta warisan dari almarhum ayahnya.
Humas Pengadilan Negeri Takengon, Fadli Maulana menjelaskan, selepas laporan gugatan tersebut, mediasi sempat dilakukan oleh pihak pengadilan hingga dua kali.
"Tapi tidak mencapai kesepakatan," kata Fadli.
Selanjutnya, pengadilan negeri sudah melakukan sejumlah persidangan, ada sekira 15 sidang yang sudah dilakukan. Termasuk sidang lapangan dan sidang kesimpulan yang dilaksanakan pada tanggal 23 November 2021.
Selain berupa sebuah rumah tiga tingkat bersama tanah seluas 894 meter di Jalan Yos Sudarso, Kampung Blangkolak II, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Asmaul Husnah juga menuntut kerugian materil dan inmateril sebesar Rp700 juta.
Cerita Sang Ibu Kandung
Nenek Kausar (71) yang digugat Asmaul Husna, masih tidak menyangka, anak yang dikandungnya selama sembilan bulan, tega menggugat rumah yang dia ditempati bersama anak-anak lainnya.
Asmaul Husna (49), seorang aparatur sipil Negara (ASN) yang menjabat kepala bagian (Kabag) di Setda Aceh Tengah, Aceh meminta ibunya untuk keluar dari rumah tersebut. Sang anak juga menuntut ganti rugi sebesar Rp200 juta karena telah menempati rumah tersebut selama dua tahun. Tidak hanya menggugat ibu kandungnya, Asmaul Husna juga menggugat empat adik-adiknya yang juga tinggal di rumah tersebut.
Kausar mengaku, rumah yang diributkan tersebut merupakan warisan peninggalan almarhum suaminya. Sehingga, rumah itu menjadi rumah bersama.
"Rumah ini warisan, ini bukan jual beli sama dia (Asmaul Husna)," kata Kausar, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, sebagai anak tertua, Asmaul Husna harusnya dapat menjadi contoh dan bersikap bijak. Apalagi dibandingkan adik-adiknya, Asmaul Husna mengeyam pendidikan lebih tinggi sampai S3.
“Karena dia yang tertua yang sekolah. Anak ku yang lain tidak sekolah dan bodoh, cuma dia yang tinggi sekolahnya,” ujarnya dengan gemetar.
Proses musyawarah sebenarnya sudah dilakukan untuk menyelesaikan gugatan tersebut. Namun, musyawarah tak kunjung menemukan titik temu. Menurut sang ibu, Asmaul Husna merasa memiliki rumah tersebut karena paling disayang oleh bapaknya dibandingkan anak-anak yang lain.
"Katanya dia paling disayang sama bapaknya. Padahal mah, anak sama di mata bapaknya," tutup Kausar.
Curhatan Asmaul Husna
Pegawai Negeri Sipil (PNS) cantik yang menggugat ibu kandungnya, Asmaul Husnah angkat bicara. Bahkan, dia sempat menangis dan curhat kepada awak media karena pemberitaan yang dinilai terlalu menyudutkan dirinya.
"Sebenarnya saya ingin mengklarifikasi apa yang terjadi. Karena tidak seperti yang dituduhkan di media massa dan media sosial," kata Asmaul Husnah kepada MNC Media di kantornya, Rabu 18 November 2021.
Wanita cantik yang menjabat sebagai Kabag Tata Pemerintahan Setda Aceh Tengah itu sebelumnya telah digugat oleh keluarganya terlebih dahulu.
"Ya sebenarnya saya lebih dulu digugat oleh mereka (adik-adiknya). Jadi saya gugat balik di Pengadilan Negeri Takengon," timpalnya.
Ia juga mengaku jika sebelumnya juga tinggal di rumah mewah tersebut bersama ibu dan adik-adiknya. Namun karena sesuatu hal, dirinya memilih pindah dari rumah tersebut sejak 2019 lalu.
Namun saat MNC Media ingin mewawancarai lebih lanjut, Asmaul Husnah mengaku dilarang oleh Basyrah Hakim pengacaranya untuk memberikan keterangan kepada wartawan. Alasannya karena saat itu kasusnya telah bergulir di pengadilan.
Akhir Kisah
Pengadilan Negeri Takengon, Aceh akhirnya menolak gugatan PNS Cantik, Asmaul Husnah yang menggugat ibu kandungnya sendiri.
Gugatan perdata itu ditolak majelis hakim dalam pengadilan yang digelar secara online. Dari penelusuran MNC Portal Indonesia, gugatan perdata itu diputuskan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).
Pengadilan juga menetapkan tergugat dan pengugat dalam Konvensi dan Rekonvensi harus membayar biaya yang ditimbulkan dalam proses persidangan.
"Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah 1.664.500,00 (satu juta enam ratus enam puluh empat ribu lima ratus rupiah)," dalam amar putusan.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Takengon Fadli Maulana ketika dikonfirmasi membenarkan tentang agenda putusan yang dilakukan pengadilan Negeri Takengon.
"Putusan secara elektronik. Majelis hakim sudah mengupload putusan," jelasnya.
(Khafid Mardiyansyah)