MEDAN - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi, menargetkan penurunan prevalensi stunting di Sumatera Utara ke angka 12% tahun 2023 mendatang. Saat ini prevalensi stunting di Sumut sebesar 24 persen.
Hal ini diungkapkan Edy Rahmayadi di depan Presiden RI Joko Widodo saat acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 di Lapangan Merdeka, Medan, Rabu (7/7/2022).
BACA JUGA:RUU KUHP: Siaran Langsung saat Sidang Peradilan Bisa Didenda Rp 10 Juta
Saat ini angka prevalensi stunting Sumut masih 24%, sama dengan nasional sebesar 24%. Dengan target 12% tahun depan, berarti Sumut akan menekan angka prevalensi sebesar 12% dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun.
Dua tahun sebelumnya, sambung Edy, angka stunting Sumut jauh lebih tinggi. Pada tahun 2019 misalnya prevalensi-nya mencapai 30,11%, sedangkan di tahun 2020 sebesar 27,7% dan tahun 2021 sebesar 25,8%.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut beserta Pemerintah Kabupaten/Kota terus bekerja sama menurunkan angka prevalensi stunting.
"Kami sudah berupaya menekan sekeras mungkin dan saya bersama walikota, bupati sepakat 2022 hingga 2023 kami tekan hingga 12%," kata Edy Rahmayadi.
Pemprov Sumut juga membentuk Tim Percepatan Penanganan Stunting agar penanganan stunting lebih konkret, efektif dan tepat sasaran. Tim ini juga bekerja sama dengan BKKBN, terutama tim pendamping keluarga untuk memaksimalkan penanganan stunting.
BACA JUGA:Kasus Dugaan Pengeroyokan Claudio Martinez, Pihak Kafe: Kami Tidak Menghalangi Proses Hukum
“Kita harus bersinergi, bersama-sama agar apa yang kita targetkan tercapai, termasuk partisipasi masyarakat,” kata Edy Rahmayadi, yang datang bersama Wakil Gubernur Musa Rajekshah.
Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo mengingatkan agar semua pihak waspada terutama soal ancaman krisis pangan. Ancaman ini berasal dari perang Ukraina dan Rusia, karena kedua negara ini merupakan produsen besar gandum.
Bukan hanya itu, konflik Ukraina dan Rusia berpengaruh besar terhadap harga minyak dan gas yang akhirnya juga mendongkrak harga bahan pokok. Joko Widodo mencontohkan harga minyak yang meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir. Begitu juga gas yang kenaikannya sampai lima kali lipat.
“Harga minyak itu 60 per barel, sekarang 110 sampai 120 per barel, hati-hati. Negara kita masih tahan tidak menaikkan. Kalau gas naik lima kali lipat dan kita masih import sebagian besarnya, untungnya pangan, beras kita tidak impor tiga tahun terakhir. Mudah-mudahan bisa kita pertahankan,” kata Jokowi yang datang ke Sumut bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo.
Baca Juga: Dukung Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Morowali Hibahkan Tanah ke KKP