PADANG - Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai, Yudas Sabaggalet menilai Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) belum mengakomodasi budaya Mentawai.
Sedangkan Mentawai sendiri bagian dari Sumbar, serta memiliki karakteristik budaya tersendiri.
 BACA JUGA:Wapres Ajak Masyarakat Jaga Keutuhan Bangsa untuk Hargai Para Pejuang Kemerdekaan
Yudas sebagai tokoh masyarakat, tidak mempersoalkan nilai falsafah adat Minangkabau yang telah diakui dalam UU tersebut, yakni adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah (ABS-SBK).
“Bukan itu persoalan kita. Namun, kalau kami masih ingin diterima di Sumbar, maka cantolkanlah satu pasal bahwa untuk Mentawai diatur kemudian. Selesai,” katanya saat menghadiri pernyataan sikap Aliansi Mentawai Bersatu soal UU tersebut di Kantor Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Kota Padang, Senin (1/8/2022)
Mentawai sejak Indonesia merdeka sudah berada di Sumbar. Bahkan Bung Hatta tokoh Proklamator sendiri sudah pernah ke Mentawai.
 BACA JUGA:Zikir Kebangsaan Jelang HUT ke-77 RI, Jokowi Ingatkan Dampak Perang Rusia-Ukraina
“Artinya apa? Pengakuan negara ini terhadap Mentawai berada di Sumbar sejak dulu. Sekarang keluar UU ini seolah-olah kami tidak ada di Sumbar. Ini muncul polemik,” ucapnya.
Yudas menerangkan, sebelumnya juga ada polemik tentang Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumbar Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari. Di Perda itu sebelumnya belum memuat poin soal keberadaan desa di Mentawai.
“Kita sudah audiensi dengan anggota DPRD Sumbar. Solusinya (di Perda tentang Nagari) adalah untuk Mentawai tidak pakai nagari. Kita pakai desa. Clear-kan. Kami mau pakai desa karena punya pandangan tersendiri. Di sini pakai nagari, kita hargai,” jelasnya.
Baca Juga: KKP Pastikan Proses Hukum Pelaku Perdagangan Sirip Hiu Ilegal di Sulawesi Tenggara