Share

Trump Maju Nyapres pada Pilpres AS 2024, Ini 6 Hambatan yang Bisa Menjegalnya

Susi Susanti, Okezone · Jum'at 18 November 2022 15:05 WIB
https: img.okezone.com content 2022 11 18 18 2710266 trump-maju-nyapres-pada-pilpres-as-2024-ini-6-hambatan-yang-bisa-menjegalnya-RquXY0nfiw.jpg Mantan Presiden AS Donald Trump maju capres pada pilpres AS 2024 (Foto: Reuters)

NEW YORK – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden AS pada pemilihan presiden (pilpres) AS 2024, sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh mantan presiden AS usai kalah dalam pemilu sebelumnya.

Dalam pidato pengumumannya yang berdurasi lebih dari satu jam, Trump banyak membanggakan capaian-capaiannya selama menjabat sebagai presiden, sekaligus mengkritik dua tahun pertama masa kepemimpinan Joe Biden.

Dikutip BBC, pidato tersebut menunjukkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki Trump. Dia memiliki pemahaman yang tidak tertandingi mengenai masalah-masalah yang dianggap penting oleh kelompok konservatif akar rumput, seperti imigrasi dan kejahatan.

Baca juga: Pidato Satu Jam Lebih, Trump Umumkan Pencalonan Diri Sebagai Presiden AS untuk Pemilihan 2024

Gayanya yang tidak bisa diprediksi dan cenderung menghasut membuatnya menjadi bahan pemberitaan sekaligus menyangkal sorotan para pesaingnya.

 Baca juga: Siap-Siap! Trump Akan Umumkan Secara Resmi Maju dalam Pilpres AS 2024

Trump memiliki basis pendukung yang setia dan dapat memotivasi orang-orang Amerika yang biasanya enggan memilih.

Setelah empat tahun menjabat, banyak pendukungnya menjabat sebagai otoritas di dalam Partai Republik. Namun, pidato itu juga menyoroti beberapa kelemahan utama Trump. Trump mengabaikan persoalan-persoalan sulit dan kesalahan langkahnya selama pandemi Covid.

Dia juga benar-benar mengabaikan penolakan-penolakan hasil pemilu selama berbulan-bulan hingga memuncak pada serangan 6 Januari 2021 di Gedung Capitol oleh massa pendukungnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Trump berupaya mempertahankan kinerja Partai Republik pada pemilu sela pekan lalu serta dukungannya untuk kandidat-kandidat yang kalah. Langkah ini membuatnya kian dikecam di kalangan konservatif.

Trump mengatakan tugas ke depan bukan untuk “kandidat konvensional”, namun untuk pergerakan jutaan orang, gerakannya, rakyatnya, dan kampanyenya.

Dia memimpin gerakan itu ke kursi kepresidenan enam tahun lalu, namun ada sejumlah alasan bahwa rintangan yang akan dihadapi Trump untuk kembali ke Gedung Putih kali ini lebih menakutkan. Berikut beberapa alasannya yang bisa menjegal Trump pada capres AS di 2024.

1. Rekam jejak kepemimpinan

Delapan tahun yang lalu, sepak terjang Trump di dunia politik ibarat lembar kosong. Tidak ada rekam jejaknya sebagai pejabat, sehingga para pemilih bisa menaruh harapan dan keinginan mereka kepadanya.

Dia bisa menjanjikan banyak hal tanpa dikritik berdasarkan kekurangan dan kegagalan masa lalunya.

Situasinya kini berbeda. Meski Trump memiliki sejumlah pencapaian kebijakan yang menonjol selama empat tahun menjabat, termasuk pemotongan pajak dan reformasi peradilan pidana, dia juga memiliki sejumlah kegagalan yang menonjol.

Para pendukung Partai Republik akan mengingat ketidakmampuannya mereformasi sistem layanan kesehatan serta janjinya soal investasi infrastruktur yang tidak membuahkan hasil.

Selain itu, penanganan Trump soal pandemi Covid juga membuatnya rentan dikritik di berbagai bidang.

Demokrat telah lama mengkritik respons Trump kurang agresif, namun sejumlah kelompok sayap kanan meyakini bahwa dia bertindak terlalu jauh mendukung upaya mitigasi yang dimandatkan pemerintah.

2. Bayangan peristiwa 6 Januari

Trump tidak bisa mencalonkan diri hanya bermodal pencapaian kebijakannya sebagai presiden. Dia juga harus membela diri soal bagaimana dia menghadapi masa-masa akhir kepresidenannya serta perannya dalam serangan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.

Apa yang terjadi pada hari itu tidak akan mudah dilupakan. Saat itu para pendukungnya mengibarkan spanduk Trump di tengah gas air mata ketika mereka menyeruduk Gedung Capitol hingga sempat menghentikan peralihan kekuasaan secara damai.

Pemilu sela menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada hari itu, termasuk pernyataan dan tindakan Trump selama beberapa pekan menjelang peristiwa itu mungkin masih memengaruhi sikap pemilih.

Banyak kandidat Partai Republik mendukung penuh penolakan Trump untuk menerima kekalahannya dalam hasil pemilu 2020.

Peforma dari banyak kandidat-kandidat ini ternyata lebih buruk dibandingkan kandidat Partai Republik yang tidak blak-blakan soal penolakan hasil pemilu.

3. Masalah hukum

Salah satu alasan mengapa Trump tampak begitu bersemangat mencalonkan diri kembali karena itu memungkinkan dia lebih mudah membingkai berbagai penyelidikan kriminal dan perdata terhadapnya sebagai bagian dari balas dendam politik.

Meskipun cara itu mungkin berhasil dalam konteks hubungan masyarakat, namun risiko hukum Trump dalam kasus-kasus ini sangat nyata.

Trump saat ini menghadapi penyelidikan kriminal soal gangguan pemilu di Georgia, kasus penipuan sipil yang menargetkan kerajaan bisnisnya di New York, gugatan pencemaran nama baik yang melibatkan tuduhan pelecehan seksual, penyelidikan federal atas perannya dalam serangan Capitol, dan penanganannya terhadap materi-materi rahasia setelah lengser.

Salah satu dari investigasi itu dapat mengarah pada persidangan besar-besaran yang akan mendominasi pemberitaan dan dapat mengganggu rencana kampanye Trump.

Skenario terburuk yang akan dihadapi Trump mencakup hukuman finansial besar-besaran atau penjara.

4. Lawan yang lebih kuat

Ketika pemilihan capres dari Partai Republik dimulai delapan tahun lalu, Trump berhadapan dengan gubernur Florida yang dianggap sebagai unggulan partai. Meskipun Jeb Bush ternyata terbukti layaknya macan kertas.

Perang kampanye masif dan nama yang termahsyur tidak lah cukup. Dia tidak sejalan dengan basis Partai Republik soal kebijakan imigrasi dan pendidikan. Nama Bush di dalam partai saat ini juga tidak sekuat dulu.

Jika Trump ingin mencalonkan diri pada 2024, dia kemungkinan harus kembali menghadapi Bush lebih dulu.

Berbeda dengan Bush, sosok lainnya yakni Gubernur Florida saat ini, Ron DeSantis baru saja memenangkan pemilihan ulang yang luar biasa yang menunjukkan bahwa dia sejalan dengan pendukung inti partainya.

Meski belum teruji di kancah nasional, kharisma politik DeSantis sedang menanjak.

Belum jelas apakah DeSantis akan mencalonkan diri, atau siapa sosok lainnya yang akan mengikuti kontestasi pemilihan calon presiden dari Partai Republik saat ini.

Nama Bush bisa muncul sebagai pilihan konsensus antara pendukung setia partai yang enggan memberi kesempatan lagi kepada Trump.

Jika itu terjadi, para pemilih Partai Republik mungkin memiliki pilihan biner yang akan memperbesar peluang mereka menghentikan Trump sebelum pencalonannya aman.

5. Masalah popularitas

Menjelang pengumuman Trump untuk mencalonkan diri, sebuah kelompok konservatif merilis serangkaian hasil jajak pendapat yang menunjukkan bahwa Trump membuntuti Ron DeSantis dengan selisih dua digit di antara pemilih Partai Republik di Negara Bagian Iowa dan New Hampshire.

Kedua negara bagian tersebut mengadakan pemungutan suara di awal proses pencalonan Partai Republik.

DeSantis juga memimpin dengan 26 poin di Florida dan 20 poin di Geordia, yang menggelar pemilihan Senat putaran kedua pada Desember.

Dia negara-negara bagian ini, jumlah pemilih Trump jauh lebih rendah dibanding survei-survei sebelumnya.

Berdasarkan exit poll dari pemilu sela pekan lalu, Trump sama sekali tidak populer, termasuk di negara bagian yang penting untuk dimenangkan demi mengamankan kursi kepresidenan.

Di New Hampshire, hanya 30% pemilih yang menyatakan bahwa mereka ingin Trump mencalonkan diri sebagai presiden lagi. Di Florida, jumlahnya hanya 33%.

Trump tentu saja terbukti bisa mengatasi hal-hal negatif terkait pencalonannya pada 2015 lalu.

Namun setelah delapan tahun dia menjadi politisi di panggung nasional AS, pandangan negatif terhadap Trump kali ini kemungkinan besar tidak akan berubah.

6. Usia senja

Apabila Trump berhasil memenangkan kursi kepresidenan, dia akan berusia 78 tahun ketika dilantik.

Meskipun usianya sama dengan Joe Biden ketika awal menjabat, Trump akan menjadi presiden tertua kedua dalam sejarah AS.

Waktu memengaruhi setiap orang secara berbeda, namun beban usia yang kian menua tidak bisa dihindari.

Tidak ada jaminan bahwa Trump bisa bertahan pada kampanye-kampanye sengit yang diperlukan untuk memenangkan nominasi Partai Republik, terutama ketika dia diadu dengan kandidat yang jauh lebih muda.

Trump telah menunjukkan kekuatannya di masa lalu, tapi setiap orang tentu memiliki batas.

1
7
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini