DR Soetomo adalah pendiri organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) pada 20 Mei 1908 bersama beebrapa mahasiswa STOVIA lainnya. Selain itu, Soetomo juga dipandang sebagai tokoh pergerakan yang sangat mencintai dunia pers.
Nama aslinya adalah Soebroto, ia adalah anak pertama dari pasangan Raden Soewadji dan Raden Ayoe Soedarmi. Soetomo kecil tinggal dan diasuh oleh kakek-neneknya di Desa Ngempal, Nganjuk lantaran sang ayah harus bertugas sebagai asisten wedana di Maospati, Magetan.
Mengutip buku bertajuk Dokter Soetomo karya Djoko Marihandono dkk, Soetomo adalah putra kelahiran Nganjuk, Jawa Timur pada 30 Juli 1888.
Saat usianya menginjak 7 tahun, Soetomo pindah ke Bojonegoro bersama orangtuanya. Ia kemudian mengenyam pendidikan di ELS di Bangil pada tahun 1896 dan tinggal bersama pamannya, Raden Arjodipoera.
Di sekolah, Soetomo dikenal sebagai anak pemberani dan tak segan membela teman-temannya sesama pribumi. Apalagi, jika ada temannya yang direndahkan oleh anak-anak bangsa Eropa. Soetomo berani mengajak berkelahi, asalkan harga diri para pribumi tidak dijatuhkan.
Soetomo resmi diterima sebagai siswa STOVIA pada 10 Januari 1903. Perjalanan Soetomo di STOVIA bukan berarti tidak menemui kendala.
Di awal masa belajarnya, Soetomo terkenal sebagai anak pemalas yang sering membuat keributan. Hal itu rupanya terjadi karena ia tinggal jauh dari orangtuanya yang membuatnya merasa sepi. Apalagi, STOVIA adalah sekolah dengan bentuk asrama.
Mendengar anaknya tak baik dalam belajar, ayah Soetomo mengirimkan surat dan memotivasi sang putra.
"Ingat bangsamu. Bangsa yang dijajah Belanda. Mereka harus ditolong. Kalau bukan anak negeri yang menolong, siapa lagi? Kalau kamu berhasil menjadi dokter, kamu bisa berbuat banyak untuk banyak orang," begitu kalimat yang diucapkan Raden Soewadji.
Setelah membaca surat itu, Soetomo berubah. Ia menjadi siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan cukup kritis.
Usai lulus dari STOVIA, Soetomo berkeliling ke daerah-daerah di Nusantara. Ia memberikan pengobatan gratis bagi masyarakat desa yang tidak memiliki akses kesehatan.
Beberapa kota yang pernah ia singgahi adalah Semarang, Malang, Tuban, dan Lubuk Pakam di Sumatera. Soetomo tidak mengharapkan apa pun dari kegiatannya itu. Ia hanya ingin memeberantas penyakit, terutama wabah pes yang merajalela sekitar tahun 1910.
Kedekatannya dengan masyarakat menjadikan Soetomo sebagai idola dan panutan yang sangat dibanggakan.
Soetomo mendapatkan kesempatan dari pemerintah untuk menuntut ilmu di STOVIA Belanda dan kembali ke Tanah Air di tahun 1919. Sepulangnya dari Belanda, ia semakin terus membantu rakyat dan aktif di dunia pers
Dokter Soetomo meninggal sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada 30 Mei 1938. Ia dimakamkan di Surabaya. Atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada dr. Soetomo pada 27 Desember 1961.
(Angkasa Yudhistira)