Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Misteri Tiga Batu yang Ditemukan di Tugu Malang Terungkap, Cagar Budaya?

Avirista Midaada , Jurnalis-Minggu, 09 Juli 2023 |19:15 WIB
Misteri Tiga Batu yang Ditemukan di Tugu Malang Terungkap, Cagar Budaya?
Batu di Tugu Malang (Foto: MPI)
A
A
A

MALANG - Proyek revitalisasi Bundaran Tugu Malang mengungkap fakta baru adanya tiga batu yang awalnya diduga cagar budaya lantaran memiliki sejarah.

Tiga batu berbentuk kotak berbahan andesit ini ditemukan saat proses rekonstruksi Bundaran Tugu atau yang disebut Alun-alun Bundar di depan Balai Kota Malang.

Batuan ini awalnya terpasang di kawasan Bundaran Tugu dan hanya tampak tulisan menghadap ke arah atas. Namun masyarakat tak menyadari keberadaan bebatuan ini sebelum akhirnya diungkap oleh pemerhati sejarah.

Pengamatan di Bundaran Tugu Malang, memang ada tiga bebatuan berbentuk kotak yang tertutup bekas banner. Bebatuan itu bertuliskan dengan kata berbeda, satu batu bertuliskan 'Malang in Memory Of', batu kedua bertuliskan "OOSTERHUIS” dan “BAPAK TONKO”. Sementara di sebelah kanan tulisan tersebut terdapat plakat bulat dengan tanda anak panah.

Pada baris atas terdapat tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “WESTERLEE 1896”. Pada baris bawah terdapat tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “AMBON 1943”.

Sementara objek batu ketiga memiliki tulisan "JOHAN” dan “JAN”. Disebelah kanan tulisan terdapat dua plakat bulat dengan masing-masing tanda anak panah. Plakat pertama pada bagian atas, baris atas terdapat tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “KALABAHI 1927”. Pada baris bawah terdapat tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “MALANG 1945”.

Plakat kedua (bawah), pada baris atas terdapat tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “TJIMAHI 1933”. Pada baris bawah terdapat tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “LABUHANBAJO ....” (angka tidak terbaca).

Restu Respati, pemerhati sejarah Malang menyatakan, ia mencoba mendatangi lokasi dan memeriksa benda yang awalnya diduga merupakan benda cagar budaya dan memiliki sejarah. Mengingat kekhawatirannya jika pelaksana proyek tidak memahami arti pentingnya objek tersebut bagi kesejarahan, maka musnahlah bukti penting tersebut.

"Benar dugaan kami, pelaksana proyek mengaku tidak mengetahui akan keberadaan objek tersebut Setelah kami jelaskan barulah kami bersama-sama mencarinya. Berdasarkan foto lama yang kami pegang, kami tahu titik lokasi yang harus kami tuju. Untung saja objek tersebut masih ada, meskipun beberapa dalam kondisi cacat karena terkena backhoe," ucap Restu sebagaimana keterangan yang diterima, pada Selasa 4 Juli 2023.

Dari keterangan yang terdapat pada ketiga objek tersebut, ia menduga bahwa objek tersebut merupakan monumen untuk mengenang tiga nama yang tertera pada objek tersebut, yaitu Bapak Tonko, Johan, dan Jan, yang merupakan bagian dari salah satu keluarga tentara KNIL. "Terlebih pada Objek 1 yang bertuliskan “Malang In Memory Of” yang dapat diartikan Malang Untuk Mengenang," kata dia kembali.

Pengamat dan Peneliti Sejarah Tjahjana Indra Kusuma memastikan berdasarkan sejumlah bukti-bukti sejarah yang ditemukannya menyebut bila bebatuan itu bukanlah merupakan benda cagar budaya dan berkaitan dengan sejarah. Mengingat bebatuan itu dipasang baru Februari 2016 oleh instansi yang mengelola ruang publik dan taman dalam hal Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

"Batu andesit dibuat 2016 kaitan sejarah ini ya sebagai elemen pelengkapnya, tidak berhubungan dengan nilai-nilai sejarah lingkungan kawasan," ucap Indra sambil menunjukkan bukti bebatuan tersebut.

Indra berujar bila, bebatuan itu diberikan oleh sebuah keluarga dari Indonesia bagian timur yang ayahnya pernah bertugas di Malang sebagai pasukan KNIL. Sosoknya disebut Indra bernama Tonko Oosterhuis, dengan pangkat terakhir saat bertugas di Malang yakni Letnan Muda.

"Dia itu tentara KNIL yang dinas terakhir di Batalyon Infantri 8, di Rampal. Ini KNIL sejak muda tahun 21 memulai dinasnya di Kalabahi, Kepulauan Alor. Kemudian mutasi ke Waingapu, kemudian ke Cimahi, habis itu ke Surabaya, ditempatkan ke Samarinda, terakhir ditempatkan di Malang sampai invasi Jepang, meninggal di Ambon, korban kena romusha," jelasnya.

Ia pun menyangsikan mengapa batuan yang tidak ada kaitan dengan sejarah Kota Malang tetapi bisa terpasang di ruang publik sejak tahun 2016. Tetapi berdasarkan data yang diterimanya dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) ada kerjasama antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dengan ahli waris keluarga yang memberikan kenang-kenangan untuk Kota Malang.

"Mestinya ada MOU-nya, tapi durasinya saya nggak lihat MOU. Itu kan dihibahi sajMakanya dengan sebuah informasi keterbukaan informasi latarbelakang apa di pembangunan ini dengan komunikasi ini harapan kami semakin jelas apa yang dimaksud dengan ini," terangnya.

 BACA JUGA:

Hal serupa juga disampaikan Agung Buana anggota TACB pada periode 2016 - 2021. Agung menjelaskan, bila batuan itu bukanlah merupakan benda cagar budaya dan tidak ada kaitan dengan sejarah. Padahal TACB Kota Malang baru terbentuk Oktober 2016, sedangkan dari data batu misterius itu terpasang pada Februari 2016.

"Benda dipasang tahun 2016, bukan benda cagar budaya, hanya untuk tetenger (penanda), yang bersangkutan itu pernah tinggal di Malang. Namun nama - nama orang yang dipasang pada kursi berbentuk batu beton itu adalah nyata, ada kisah hidupnya," ujar Agung.

 BACA JUGA:

Agung menambahkan, pemasangan bebatuan itu merupakan wewenang dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang kini menjadi Dinas Lingkungan Hidup (DLH). "Pemasangan melalui DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan), yang jelas itu untuk mengenang peristiwa ketika zaman Jepang," tandasnya.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement