19 TAHUN sudah Munir Said Thalib meninggal dunia akibat dibunuh saat berada di udara. Pejuang hak asasi manusia (HAM) itu tewas setelah diracun di atas Pesawat Garuda Indonesia, pada 7 September 2004. Hingga kini, keadilan masih diperjuangkan untuk almarhum Munir dan keluarganya.
Munir Said Thalib merupakan pria keturunan Arab-Indonesia yang lahir di tahun yang sama ketika tragedi 1965 terjadi. Munir meninggalkan satu istri, Suciwati dan dua anaknya, Diva Suukyi Larasathi dan Soeltan Alif Allende.
Semasa hidup, ia membidani dua lembaga yang berfokus pada HAM, KontraS dan Imparsial. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia, Imparsial.
Beberapa film dokumenter untuk memperingati tahun-tahun kepergian Munir pun telah dibuat dan diputar. Antara lain, "Bunga Dibakar" karya Ratrikala Bhre Aditya, "Garuda's Deadly Upgrade" hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions, dan "His Story" diputar di Tugu Proklamasi, 2006.
Meninggal di Udara
Munir meninggal di usia muda, baru 38 tahun. Kala itu, Munir menumpangi Garuda Indonesia nomor penerbangan GA-974 menuju Amsterdam, Belanda. Ia meregang nyawa usai menenggak minuman yang sudah dicampur racun. Kematian Munir menyorot perhatian dunia, sayang sudah hampir dua dekade motif dan dalangnya tak terungkap.
Munir diduga dibunuh karena memegang data-data penting pelanggaran HAM berat hingga kampanye hitam pemilu 2004 yang akan dibawanya ke Belanda. Munir memang terkenal sebagai aktivis yang konsisten memperjuangkan HAM, berani bersuara lantang menentang penindasan oleh penguasa.
Meski desakannya dari berbagai elemen, negara belum sepenuhnya serius menuntaskan kasus Munir. Pengadilan yang telah digelar seolah belum bisa mengungkap awan tebal yang melingkupi kasus ini. Siapa yang paling bertanggungjawab atas kematian Munir masih teka-teki.