Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Hidup Sastrawan Iwan Simatupang, Lawan Tangguh Lekra yang Merana Usai Istri Berpulang

Solichan Arif , Jurnalis-Jum'at, 08 September 2023 |05:08 WIB
Kisah Hidup Sastrawan Iwan Simatupang, Lawan Tangguh Lekra yang Merana Usai Istri Berpulang
Iwan Simatupang. (Foto: Repro)
A
A
A

DUA lembaga kebudayaan pada masa orde lama sempat berseteru hebat. Adalah Manifesto kebudayaan (Manikebu) dan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), kedua lembaga membawa alirannya masing-masing.

Manikebu dengan Humanisme Universal berada di satu kutub. Sedangkan Lekra yang mengusung Realisme Sosialis di kutub lain.

Salah seorang sastrawan penyokong Manikebu yang jadi lawan tangguh Lekra adalah Iwan Simatupang. Iwan Simatupang tak pernah gentar dengan ancaman Lekra. Dalam surat politiknya 1964 -1966 kepada B Soelarto sastrawan asal Yogya, Iwan menegaskan dirinya seorang nasionalis.

“Kau tahu, aku nasionalis, bekas pejuang (Komandan TRIP Sumatera Utara), anti kapitalis, anti (sok) sosialisme kanan, tetapi sebaliknya: tegas-tegas menentang setiap paham, doktrin, ideologi, yang (mencoba) merongrong keutuhan dari keagungan manusia!.”

Iwan Simatupang merupakan sastrawan kelahiran 18 Januari 1928 di Sibolga, Sumatera Utara. Dia adalah pembaharu sastra Indonesia. Lewat pemikirannya lahirlah Ziarah, Merahnya Merah, Kering, Kooong, dan kumpulan cerpen Tegak Lurus dengan Langit. Karya-karyanya sontak menyentak semua. Ia menyebut karyanya sebagai novel masa depan.

Kisah-kisah yang dibangun Iwan Simatupang tidak memberikan ruang lapang untuk pahlawan. Juga tak bertema sekaligus tak mempedulikan moral. Tokoh utamanya selalu laki-laki. Tokohnya selalu tak beridentitas atau nama pribadi, kecuali sebutan profesi atau alias.

Iwan Simatupang juga lebih menyukai frase panggilan “tokoh kita”. Ada tokoh kita di cerita Ziarah. Begitu juga di kisah Merahnya Merah dan lainnya. Karya Iwan Simatupang dianggap ganjil dan menuai banyak pujian sekaligus kecaman.

Mungkin semua itu dipengaruhi filsafat eksistensialisme dan fenomenologi yang dianutnya.

“Sastrawan ini secara kontroversial telah mengguncang dunia kesusasteraan Indonesia modern menjelang akhir dekade 1960-an dengan novel-novelnya,” tulis Kurnia Jr dalam buku “Inspirasi? Nonsens!, Novel-novel Iwan Simatupang”.

Iwan tak pernah gentar menghadapi orang-orang Lekra. Ia dipandang sebagai salah satu lawan yang tangguh. Pesannya kepada B. Soelarto terkait sikapnya kepada Lekra: “Kerendahan hati, kesetimbangan, kesediaan memberi maaf, dan mencipta, mencipta, mencipta terus, makin baik, makin banyak. Inilah senjata-senjata paling ampuh melawan mereka, Larto! Sambil menantikan saatnya yang paling tepat untuk bertindak tegas dan menentukan!”.

Iwan Simatupang sempat terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair Surabaya. Kuliah hanya sampai tahun 1953 dan tak pernah dirampungkannya. Iwan bertolak ke Paris untuk menekuni filsafat. Ilmu drama ditimbanya di Leiden Belanda.

Ia memanfaatkan kesempatan saat memperoleh beasiswa ke Eropa dari Sticusa (Stichting Culturele Samenwerking) atau Yayasan kerjasama Indonesia-Belanda. Di Eropa, Iwan Simatupang menikahi Cornelia Astrid Van Geem.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement