UGM Sosialisasikan Pewarna Alami Batik

Margaret Puspitarini, Jurnalis
Rabu 11 Juli 2012 19:02 WIB
Ilustrasi : ist.
Share :

JAKARTA - Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang harus terus dijaga kelestariaanya oleh seluruh lapisan masyarakat. Sayangnya, salah satu budaya yang telah mendunia ini masih menggunakan bahan pewarna sintesis yang berbahaya bagi lingkungan dalam pewarnaannya.

Kondisi inilah yang mengusik hati salah satu pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Edia Rahayuningsih. Dia mengajak masyarakat untuk mengubah kebiasaan pewarnaan batik sintetis kembali menggunakan pewarna berbahan alami. “Sebagai pengajar dan peneliti tentu saya terusik, karena kita sesungguhnya adalah bagian dari solusi,” ujar Edia dalam Workshop dan Pameran Zat Pewarna Alami Untuk Mendukung Program Pemberdayaan UMKM Ramah Lingkungan di UC UGM, seperti dinukil dari laman UGM, Rabu (11/7/2012).

Edia mengaku, bahan naptol telah dilarang digunakan sejak 1996, namun para perajin batik masih terus menggunakan pewarna tersebut lantaran murah, praktis, dan lebih cerah. Oleh karena itu, agar hasil pembuatan batik tidak terlalu mencemari lingkungan dan membahayakan manusia, dia menghimbau para industri batik untuk mengubah pola kebiasaan dan menggunakan pewarna alami. “Sesungguhnya Indonesia memiliki bahan pewarna alternatif lebih aman dan tahan lama berasal dari tanaman indigofera,” katanya menambahkan.

Menurut Edia, tanaman indigofera sebagai bahan pewarna pengganti naptol, pernah terkenal sebagai pewarna indigo. Marga indigofera ini dipergunakan sebagai pengganti warna biru pada pewarna non-alami. “Bahkan, kini dengan melalui teknik modern, zat warna pada indigofera yang berupa serbuk dan diberi nama Gadjah Mada Blue Natural Dye (Gama Blue ND), selain praktis digunakan, zat warna yang dihasilkan jauh lebih baik kualitasnya dibanding dengan zat warna alami tanaman indigofera yang diproduksi dengan cara tradisional,” tuturnya.

Menjadi pembicara pada workshop yang digelar KP4 UGM-KPWN-SMEDC UGM, Edia mengungkapkan, Indigofera dikenal sebagai penghasil zat pewarna. Di daerah Sunda, tanaman ini dikenal dengan sebutan tarum, sementara masyarakat Jawa lain menyebut dengan tom. Berdasarkan studi pustaka dan bukti sejarah, diketahui tanaman itu telah dipakai sebagai pewarna sejak masa-masa Sebelum Masehi di negara-negara Eropa. Pada abad ke-16, masyarakat India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah membudidayakan indigofera secara besar-besaran. Melalui culture stelsel, pembudidayaan indigofera di Indonesia dilakukan atas perintah pemerintah kolonial untuk menyaingi pewarna dari bahan woad (Isatis tinctoria) yang dibudidayakan di Prancis, Jerman, dan Inggris.

Bahkan Indonesia sempat menguasai pasaran untuk pemasok zat warna, termasuk warna indigo (biru), ke pasar Dunia lewat budi daya indigofera. Sayang, semenjak 1897 saat mulai diperkenalkan warna sintetis, para pengusaha batik lebih memilih menggunakan pewarna tersebut. Sehingga ketika Pemerintah Belanda menghentikan impor pewarna buatan pada 1914, termasuk pengganti warna biru (indigosol), para pengusaha batik bereaksi keras. “Saat itulah awal dari memudarnya pamor tarum,” ujar Edia.

Seiring tingginya kesadaran terhadap lingkungan, kini potensi Indigofera sebagai pewarna alami sangatlah prospektif. Sebab peminat zat pewarna alami tidak hanya pembeli lokal, namun dari luar negeri, seperti Jepang dan Korea. Untuk membuat 1 kg serbuk zat pewarna Indigo dibutuhkan sekira 250 kg daun Indogofera. Otomatis, jika ingin memproduksi secara besar-besaran, dibutuhkan banyak pasokan daun Indigofera. Kendati butuh pasokan bahan baku yang banyak, hasil yang didapat dari zat pewarna ini memuaskan. Karena 25 gram serbuk Gama Indigo bisa digunakan mewarnai dua lembar kain batik berukuran standar 3x1,5 meter.

Cahyono Agus  selaku Kepala KP4 UGM berharap hasil penelitian indigofera ini segera dihilirkan ke dunia bisnis. Sehingga penelitian tidak hanya berhenti pada penelitian, namun bisa bermanfaat bagi masyarakat dan bisnis sebagai terminal akhir.

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya