JAKARTA – Wakil Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin menduga pelaku aksi penembakan di Solo merupakan kelompok lokal. Kelompok lokal tersebut kata dia memang ada kaitannya dengan salah satu bagian dari kelompok teroris yang selama ini melakukan transit sementara di Solo.
“Teror itu berturut, mulai tanggal 17,18, dan 30. Tembakan pertama tidak kena, yang kedua kena kaki, tembakan kedua dan granat tidak ada korban, ada runtutan, mengapa polisi itu dianggap lawan, dan bisa jadi pelakunya lokal, teroris,” ungkap Tubagus saat berbincang dengan Okezone melalui telpon, Sabtu (1/9/2012).
Menurut mantan Sekretaris Militer ini kelompok tersebut memilih Solo karena kota tersebut dijadikan wilayah latihan terbuka. Kata dia, polisi sedari awal harus membuat peta tentang daerah-daerah rawan teror dan menjadi target utama bagi teroris.
“Kalau di lihat kenapa Solo, karena Solo dijadikan wilayah sebagai penyelaman, seharusnya polisi membuat peta daerah mana yang rawan. Tidak bisa hanya dari TKP saja, tapi harus dari awal,” kata dia.
Politikus PDI Perjuangan itu yakin bahwa aksi teror di Solo tidak ada kaitannya dengan Pemilukada DKI, meskipun Wali Kota Solo Joko Widodo merupakan salah calon Gubernur DKI. Sebab jika dibandingkan dengan aksi teror dan kekerasan di DKI tentu lebih banyak di Jakarta.
“Ini tidak ada hubungannya dengan Pilkada, bandingkan dengan di Jakarta yang lebih tidak aman. Dimana kejahatan dan aksi-akso yang sama juga sering terjadi,” jelas dia.
Lanjut dia, Solo menjadi daerah transit kelompok teroris karena dinilai memberikan ruang bagi mereka. “Punya ruang yang bisa dipakai transit,” imbuhnya.
Intelijen kata dia, harus melakukan penanganan serius terkait maraknya aksi teror. Bahkan kata dia, intelijen saat ini harus bisa cepat beradaptasi. Sebab intelijen saat ini tidak bisa melakukan eksekusi di tempat sehingga membutuhkan antisipasi cepat.
“Intelijen, di era reformasi tidak ada yang punya upaya eksekusi dan antisipasi dengan cepat. Beda dengan sebelumnya, inteligen tidak bisa saat ini melakukan eksekusi. Mereka hanya bisa merekomendasikan temuan-temuan, kalau dulu kan beda, ya eksekusi di tempat,” kata dia.
“Ketika masuk era sekarang harus segera beradaptasi, sedangkan pola lama tidak bisa lagi dipakai, di intelijen harus ada pembenahan diadminitrasi negara, dan itu harus segera dipercepat, kepolisian di daerah harus punya bank sidik jari, bank identitas. Sehingga jika terjadi apa-apa deteksinya cepat,” kata dia.
(Misbahol Munir)