JAKARTA - Ujian nasional (UN) dinilai hanya mengganggu proses pembelajaran di kelas karena hanya dilihat dari segi kelulusannya saja.
"UN hanya dilihat dari segi kelulusannya saja. Sistem tersebut merupakan mekanisme pasar yang mengganggu proses pembelajaran di kelas. Padahal proses pembelajaran di sekolah merupakan pendidikan yang berkarakter," ucap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Zulkarnaen Sinaga, saat ditemui di @america, Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Dirinya pun mempertanyakan, apakah lulus UN tersebut harus dengan nilai yang bagus? Apakah bisa mendapat hadiah serta harus mendapatkan ranking, jika memang lulus UN. Hingga muncul dibenaknya terhadap penilaian UN yang menganut sistem 20 paket.
"Anak-anak Indonesia tukang nyontek. Karakter pendidikannya tidak membentuk. Kemudian peran guru tentang sekolah, karena kita terikat pendidikan pada sistem," ungkapnya.
Oleh karena itu, peran guru di sini sangatlah penting. Karena guru sebagai ujung tombak pembentukan karakter pelajar, selain orangtua. Menurut dia, dalam kasus UN, harus ada standar peraturan sehingga membuat guru mantap melangkah dalam mendidik muridnya.
"Kurikulum 2013 mendekatkan pada empat pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Guru tidak boleh lelah untuk mengajar murid, bahkan kepala sekolah membenahkan diri sendiri yang harus diwujudkan. Mungkin pola dan caranya harus kita kembangkan," pungkas dia.