LONDON – Parlemen Inggris tengah menginvestigasi kebijakan luar negeri mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair, terkait konflik Libya 2011 lalu.
Muncul tuduhan bahwa Blair, ingin menyelamatkan Diktator Libya, Moammar Khadafi, ketika gelombang “Arab Spring” meletup di Afrika Utara.
“Dikatakan bahwa saya berusaha menyelamatkan Khadafi. Tidak, saya tidak berusaha menyelamatkan Khadafi,” bantah Blair di hadapan Panitia Khusus (Pansus) Kebijakan Luar Negeri Parlemen Inggris.
“Kekhawatiran saya saat itu bukanlah keselamatannya (Khadafi), melainkan ingin mengeluarkannya dari situasi itu,” tambahnya, sebagaimana dikutip Russia Today, Jumat (8/1/2016).
Untuk memperkuat bantahannya itu, Blair bahkan mengungkapkan rekaman percakapan telefon antara dirinya dan Khadafi yang terjadi dua kali, pada 25 Februari 2011 lalu.
Di antara percakapan telefon itu, Khadafi menyatakan bahwa tidak ada kekerasan yang dilakukan pemerintahnya, melainkan sejumlah kantor polisi dan kamp militer Libya-lah yang diserang sejumlah massa.
Massa ini dikatakan Khadafi, digerakkan para provokator kelompok teroris Al-Qaeda yang berasal dari Kamp Tahanan Amerika Serikat, Guantanamo. Bahkan dalam percakapannya, Blair sempat dituduh menyokong Al-Qaeda.
“Orang-orang menyebarkan rumor lewat stasiun-stasiun TV. Mereka berasal dari Guantanamo, kami tahu nama-nama mereka, mereka mendukung Al-Qaeda. Apa Anda juga mendukung Al Qaeda?,” tuduh Khadafi kepada Blair dalam rekaman tertulis percakapan telefon itu.
“Tidak, tentu saja tidak,” balas Blair. Dalam catatan percakapan itu, Khadafi juga menuding Blair dan Amerika Serikat (AS), ingin mengkolonisasi Libya.
“Tidak ada yang ingin mengkolonisasi Libya. Biar saya terangkan bahwa tak ada yang ingin mengkolonisasi Libya. Libya tetap di tangan rakyat Libya sendiri,” tambah Blair dalam catatan telefon itu.
Selama percakapan, Blair juga menyarankan Khadafi untuk mencari tempat yang aman, sementara Blair dan “The Leader” mencari solusi damai untuk Libya.
Ya, dalam dua kali percakapan telefon itu, Blair menyebutkan pihak ketiga sebagai “The Leader”. Tapi Blair tak menjelaskan secara detail, siapa “The Leader” yang dimaksud itu sebenarnya.