OPINI: Hari Antikorupsi dan Etos Pengembalian Aset Korupsi

, Jurnalis
Selasa 06 Desember 2016 10:01 WIB
Ilustrasi. (dok.Okezone)
Share :

Dalam rangkaian pengembalian aset hasil korupsi, maka dapat ditempuh beberapa tahapan. Pertama, tahap pelacakan aset. Tahap ini merupakan tahap dimana dikumpulkannya informasi mengenai aset yang dikorupsi dan alat-alat bukti. Untuk menjaga lingkup dan arah tujuan investigasi menjadi fokus, menurut John Conyngham, otoritas yang melakukan investigasi atau melacak aset-aset tersebut bermitra dengan firma-firma hukum dan firma akuntansi. Untuk kepentingan investigasi dirumuskan praduga bahwa pelaku tindak pidana akan menggunakan dana-dana yang diperoleh secara tidak sah untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Kedua, tahap pembekuan atau perampasan aset. Kesuksesan investigasi dalam melacak aset-aset yang diperoleh secara tidak sah memungkinkan pelaksanaan tahap pengembalian aset berikutnya, yaitu pembekuan atau perampasan aset.

Menurut United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003, pembekuan atau perampasan berarti larangan sentara untuk mentransfer, mengkonversi, mendisposisi atau memindahkan kekayaan atau untuk sementara dianggap sebagai ditaruh di bawah perwalian atau di bawah pengawasan berdasarkan perintah pengadilan atau badan yang berwenang lainnya.

Mengingat tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan transnasional atau tidak jarang terjadi melibatkan atau antara negara lain karena aset hasil korupsi disimpan di negara lain, maka kerjasama antar negara dalam proses perampasan aset sangat perlu diperhatikan. Jika aset-aset yang dikorupsi berada di luar yurisdiksi negara korban maka pelaksanaan perintah pembekuan dan perampasan hanya dapat dilakukan melalui otoritas yang berkompeten dari negara penerima.

Tahap ketiga adalah tahap penyitaan aset-aset. Penyitaan merupakan perintah pengadilan atau badan yang berwenang untuk mencabut hak-hak pelaku tindak pidana korupsi atas aset-aset hasil tindak pidana korupsi. Biasanya perintah penyitaan dikeluarkan oleh pengadilan atau badan yang berwenang dari negara penerima setelah ada putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana pada pelaku tindak pidana. Penyitaan dapat dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dalam hal pelaku tindak pidana telah meninggal atau menghilang atau tidak ada kemungkinan bagi jaksa selaku penuntut umum melakukan penuntutan.

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya