Muhammadiyah Minta Pelaku Pembunuhan Polisi di Mako Brimob Harus Dihukum Berat

Fahreza Rizky, Jurnalis
Jum'at 11 Mei 2018 07:29 WIB
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti (foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah menyampaikan pernyataannya terkait insiden kericuhan di rumah tahanan cabang Salemba, Mako Brimob. Dalam peristiwa itu, 5 orang polisi dan 1 orang narapidana kasus terorisme (napiter) meninggal dunia.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyampaikan duka cita kepada keluarga mereka yang wafat dalam kerusuhan di rutan Mako Brimob.

"PP Muhammadiyah sangat prihatin atas kekerasan yang terjadi di Mako Brimob. Kejadian itu merupakan tamparan keras bagi aparatur keamanan, khususnya Brimob yang selama ini dianggap sebagai pasukan elit di jajaran kepolisian," kata Mu'ti.

Ia menyatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus segera melalukan evaluasi atas kinerja jajarannya, termasuk penggunaan Mako Brimob sebagai tempat penahanan para tersangka tindak pidana.

"Polisi seharusnya mengedepankan proses investigasi terhadap penyebab kejadian secara seksama dan bijaksana. Keterangan polisi yang simpang siur terkait penyebab kejadian bisa menurunkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat atas profesionalitas Polri sebagai aparatur keamanan," tandas Mu'ti.

 

Dia berujar, jika ternyata ditemukan kesalahan dan keteledoran, maka sudah seharusnya Kapolri memberikan sanksi yang tegas kepada jajarannya. Karena itu, tidak seharusnya polisi langsung menumpahkan tuduhan kepada para tahanan.

Mu'ti menambahkan, tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari ancaman terorisme. Peristiwa di Mako Brimob hendaknya menjadi peringatan dan pelajaran bahwa terorisme masih merupakan ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia.

"Terorisme tidak ada kaitan dengan ajaran agama tertentu. Terorisme adalah ekspresi perlawanan dari mereka yang merasa diperlakukan tidak adil. Motifnya bisa karena ekonomi, politik, kebudayaan, identitas, dan ideologi baik agama maupun politik," ungkapnya.

Usaha pencegahan dan pemberantasan terorisme, kata Mu'ti, harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak. Polisi sebagai aparatur keamanan bertanggung jawab terhadap penindakan. Sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan oleh elemen masyarakat termasuk organisasi agama, kepemudaan, media massa, dan sebagainya.

"Pendekatannya juga harus menyeluruh, baik ekonomi, politik, pendidikan, olah raga, seni-budaya, agama, dan sebagainya," ucap dia.

Mu'ti mengimbau seluruh pihak tidak saling menyalahkan dan mengutuk. Menurutnya, sekarang saatnya semua pihak saling bekerjasama.

"Meskipun demikian, Presiden bisa memanggil Kapolri untuk memberikan laporan dan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku. Hal demikian agar menjadi pembelajaran untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang," pungkasnya.

 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini menyampaikan belasungkawa atas 5 anggota polisi yang gugur. Menurutnya, mereka meninggal dalam keadaan syahid dan khusnul khotimah.

"Kita doakan keluarga yang ditinggalkan mendapat ketabahan kesabaran," ujarnya melalui keterangan pers tertulisnya, Jumat (11/5/2018).

PBNU juga menegaskan, bahwa Islam menolak segala tindak kekerasan. Menurut dia, hendaknya setiap umat Islam menegakkan Islam rahmatan lil alamin karena agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW tersebut untuk mewujudkan perdamaian.

"Maka untuk itu kami mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, khususnya kepada warga NU, mari wujudkan Islam yang ramah, bukan Islam yang marah, mari tegakkan Islam yang mengajak, bukan Islam yang mengejek, Islam yang merangkul bukan memukul," kata Helmy.

 

Selain itu, PBNU juga mengutuk tindakan terorisme yang dilakukan di dalam rutan. Organisasi yang lahir pada 1926 ini juga menyatakan dukungannya kepada pemerintah, khususnya aparat penegak hukum untuk menciptakan keamanan bagi masyarakat.

Sebelumnya diberitakan, kerusuhan, penyanderaan, hingga pembunuhan terjadi di rutan cabang Salemba, Mako Brimob pada Selasa 8 Mei 2018. Dalam insiden itu, 5 orang polisi tewas dan 1 orang napiter bernasib serupa.

Selain itu, ada pula drama penyanderaan seorang anggota polisi oleh para napiter. Aparat Bhayangkara itu akhirnya dilepaskan.

Menurut keterangan polisi, 156 napiter melakukan serangan kepada seluruh aparat yang berjaga di dalam rutan. Tidak hanya itu, mereka juga disebut mengambil senjata yang ada di rutan dan sempat merakit bom.

Setelah berjibaku selama 36 jam, aparat akhirnya berhasil menguasai wilayah rutan yang sebelumnya dikuasi oleh para napiter bersenjata. 156 napiter itu disebut menyerahkan diri dan kini telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan.

(Awaludin)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya