JAKARTA - Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah menyampaikan pernyataannya terkait insiden kericuhan di rumah tahanan cabang Salemba, Mako Brimob. Dalam peristiwa itu, 5 orang polisi dan 1 orang narapidana kasus terorisme (napiter) meninggal dunia.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyampaikan duka cita kepada keluarga mereka yang wafat dalam kerusuhan di rutan Mako Brimob.
"PP Muhammadiyah sangat prihatin atas kekerasan yang terjadi di Mako Brimob. Kejadian itu merupakan tamparan keras bagi aparatur keamanan, khususnya Brimob yang selama ini dianggap sebagai pasukan elit di jajaran kepolisian," kata Mu'ti.
Ia menyatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus segera melalukan evaluasi atas kinerja jajarannya, termasuk penggunaan Mako Brimob sebagai tempat penahanan para tersangka tindak pidana.
"Polisi seharusnya mengedepankan proses investigasi terhadap penyebab kejadian secara seksama dan bijaksana. Keterangan polisi yang simpang siur terkait penyebab kejadian bisa menurunkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat atas profesionalitas Polri sebagai aparatur keamanan," tandas Mu'ti.
Dia berujar, jika ternyata ditemukan kesalahan dan keteledoran, maka sudah seharusnya Kapolri memberikan sanksi yang tegas kepada jajarannya. Karena itu, tidak seharusnya polisi langsung menumpahkan tuduhan kepada para tahanan.
Mu'ti menambahkan, tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari ancaman terorisme. Peristiwa di Mako Brimob hendaknya menjadi peringatan dan pelajaran bahwa terorisme masih merupakan ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia.
"Terorisme tidak ada kaitan dengan ajaran agama tertentu. Terorisme adalah ekspresi perlawanan dari mereka yang merasa diperlakukan tidak adil. Motifnya bisa karena ekonomi, politik, kebudayaan, identitas, dan ideologi baik agama maupun politik," ungkapnya.
Usaha pencegahan dan pemberantasan terorisme, kata Mu'ti, harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak. Polisi sebagai aparatur keamanan bertanggung jawab terhadap penindakan. Sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan oleh elemen masyarakat termasuk organisasi agama, kepemudaan, media massa, dan sebagainya.
"Pendekatannya juga harus menyeluruh, baik ekonomi, politik, pendidikan, olah raga, seni-budaya, agama, dan sebagainya," ucap dia.
Mu'ti mengimbau seluruh pihak tidak saling menyalahkan dan mengutuk. Menurutnya, sekarang saatnya semua pihak saling bekerjasama.
"Meskipun demikian, Presiden bisa memanggil Kapolri untuk memberikan laporan dan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku. Hal demikian agar menjadi pembelajaran untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang," pungkasnya.