Megawati Soekarnoputri, Wanita Perkasa di Perpolitikan Indonesia

Fahreza Rizky, Jurnalis
Sabtu 09 November 2019 09:03 WIB
Megawati Soekarnoputri (Foto: Okezone)
Share :

Perempuan tak melulu berkutat pada urusan domestik. Mereka bisa memasuki jagat publik untuk memberikan kontribusi besar kepada bangsa dan negara. Sudah banyak 'bidadari' yang memberikan inspirasi bagi perjalanan bangsa ini, satu di antaranya Megawati Soekarnoputri.

POLITIK adalah hal yang menyatu dalam darahnya. Sejak kecil, Megawati sudah kerap bersentuhan langsung dengan pahit dan manisnya dinamika politik. Wajar saja, ia merupakan puteri Presiden RI pertama, Soekarno.

Saat berpidato di podium atau mimbar, Megawati tampak seperti ayahnya. Suaranya bisa memekik bagai singa dan bisa juga merendah. Intonasi suaranya seakan bisa menghentak audiens yang hadir dan membakar semangat massa banteng moncong putih.

Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947. Ia merupakan perempuan pertama yang menduduki kursi Presiden RI. Pada 2001, MPR menggelar sidang istimewa yang mengantarkan dirinya dan Hamzah Haz menduduki tampuk kepemimpinan nasional.

Sejak muda, Megawati memang aktif dalam kegiatan sosial-politik. Hal itu terlihat ketika dirinya berkuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran dan aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Seiring perjalanan waktu, Megawati menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1986.

Karirnya di politik cukup melesat hingga dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya pada 1993, ia terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI. Namun perjalanan politik Megawati tidak sepenuhnya penuh 'taburan bunga.' Ia harus menghadapi getirnya persaingan di internal partai yang menyebabkan terjadinya pertikaian.

Mengutip berbagai sumber, pemerintahan Orde Baru kala itu tidak puas PDI dipimpin oleh Megawati. Akhirnya dengan berbagai instrumen yang ada, kepemimpinan Megawati didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.

Dualisme kepemimpinan di PDI menyebabkan konflik berdarah. Megawati tetap memertahankan kuasanya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Ia beserta para pendukungnya tetap memertahankan kantor DPP partai yang terletak di Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat.

Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah mengancam akan merebut paksa kantor DPP PDI tersebut. Walhasil ancaman itu menjadi nyata. Pada 27 Juli 1996, kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari simpatisan Megawati. Penyerangan dan konflik horizontal antar dua kubu tidak bisa dihindarkan.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya