JAKARTA - Wacana pembukaan sekolah di masa pandemi virus corona (Covid-19) sekarang ini membuat sebagian besar orangtua murid cukup khawatir. Pasalnya angka kasus Covid-19 yang menimpa anak di Indonesia cukup tinggi.
Salah satu orangtua murid Tantri (35) di Serang Banten, mengungkapkan rasa kekhawatirannya. Ia memiliki dua anak usia Sekolah Dasar (SD) dan 1 anak usia Taman Kanak-Kanak (TK).
“Jujur iya (merasa was-was), karena kemarin sempat dengar berita di suatu daerah ada yang terkena Covid-19 itu 50 orang, di mana 10 orang itu anak-anak dan meninggal 2 anak," katanya.
Lebih lanjut, sebagai orangtua Tantri terus mengikuti perkembangan berita Covid-19. Ia merasa bahwa membawa anak ke sekolah saat ini masih belum tepat karena bisa saja memunculkan kasus Covid-19 yang baru.
“Dulu di awal pemberitaan, diinfo anak-anak kebal Covid-19, tapi nyatanya tidak sama sekali. Dan kemaren juga baca kiriman teman di Prancis ketika sekolah dibuka ada sekitar 70 anak kena Covid-19,” kata Tantri.
Meskipun demikian Tantri juga merasa dilema, lantaran ia harus bekerja, sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk anak di rumah. Padahal saat belajar dari rumah pastinya perlu pengawasan dari orangtua, karena memang diberi banyak tugas.
“Serba dilema ya, terutama working mom seperti saya di mana waktu di rumah tidak banyak dan bekerja terus tidak ada WFH. Selain itu kalau belajar dari rumah ya hanya sekedar tugas saja melalui email atau aplikasi yang disediakan sekolah,” katanya.
Di sisi lain, Katarina (49) yang memiliki anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA) menilai bahwa aturan membuka sekolah menjadi salah satu langkah menuju new normal nanti.
“Saya sendiri sebagai orangtua masih merasa cemas merelakan putra saya bertemu dengan orang lain. Negara kita telah mencatat lebih dari 24.000 kasus dengan hampir 1.500 angka kematian akibat virus korona,” kata Katarina.
Ia melanjutkan selain keselamatan, ia juga khawatir anak dapat menjadi carrier atau pembawa virus tanpa gejala dan menularkan keluarga di rumah.
“Anak-anak juga memungkinkan menularkan virus Covid-19 ke rumah setelah dari luar. Karena orangtua rentan atau mudah tertular. Buat anak-anak yang notabene mempunyai imunitas tinggi bisa jadi PTG (penderita tanpa gejala) itu yang mengakibatkan angka penularan tinggi,” kata dia.
Katarina berharap pemerintah mengkaji terus tentang perubahan cara belajar. Bila nanti memang harus belajar dari rumah, Pemerintah dan pihak sekolah memiliki langkah pencegahan yang optimal.
Ia mengakui bahwa belajar di rumah saat ini masih merupakan pilihan yang tetap, meskipun ia sendiri ingin anaknya kembali ber-sekolah.
“Saya sendiri sebagai orangtua merasa terpojok oleh keadaan. Di satu sisi ingin anak sekolah , di sisi lain ketakutan akan wabah Covid-19. Ini buat saya sangat rumit sebagai orangtua. Sebagai orangtua wabah Covid-19 merupakan ancaman. Kita tidak tahu persis situasi keadaan di luar,” kata dia.
Baik Tantri dan Katarina berharap bahwa situasi Covid-19 sekarang ini normal kembali, bukan hanya new normal namun normal seperti biasanya.
“Ya ingin normal lagi, walaupun ada sekarang istilah New Normal yang digalakan pemerintah,” kata Katarina.
(Ahmad Luthfi)