BOGOR- Para Gubernur dari 21 provinsi penghasil Sawit yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua menyampaikan aspirasinya perihal dana bagi hasil (DBH) Sawit yang menjadi salah satu topik pembicaraan dalam rapat konsultasi antara Pimpinan DPD RI dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada selasa (06/10/2020)
Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Sultan Baktiar Najamudin. Sementara Wakil Ketua DPD RI Mahyudin berhalangan hadir karena masih bertugas di Kalimantan Timur
Dalam aspirasinya LaNyalla mengatakan jika provinsi penghasil sawit merasakan ketidakadilan berkaitan tidak adanya DBH sawit. Sementara dikatakannya secara langsung provinsi tersebut terdampak langsung dari aktivitas dan kegiatan perkebunan Sawit. Mulai dari kerusakan jalan daerah dan jalan provinsi, dampak kebakaran hutan dan lahan serta erosi dan pencemaran limbah.
“Sebenarnya ada dua opsi yang bisa ditempuh, pertama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana trilyunan rupiah per tahun dapat memberi alokasi kepada daerah. Atau yang kedua, dengan merevisi UU nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan memasukkan DBH Sawit, selain DBH Migas dan Pajak yang sudah ada,” terang LaNyalla.
Terkait pelaksanaan UU nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal yang berlaku wajib sejak tahun 2019 lalu, DPD RI juga menyampaikan temuannya bahwa hingga hari ini pelaksanaan UU tersebut masih terhambat dan belum berjalan efektif.
Hambatan tersebut dikarenakan dua hal pokok, pertama yang sampai dengan saat ini Kementerian Keuangan RI belum mengeluarkan besaran tarif sertifikasi. Kemudian yang Kedua, adanya Peraturan Menteri Agama RI nomor 26 tahun 2019 dan Keputusan Menteri Agama RI nomor 982 tahun 2019, yang bertentangan dan melampaui perintah UU tersebut.
“Kami pimpinan DPD sebelumnya sudah melakukan rapat konsultasi dengan Wakil Presiden RI, dan Beliau merekomendasikan kepada kami untuk menjembatani semua pihak agar proses sertifikasi halal bisa berjalan sesuai UU yang sudah bersifat mandatori sejak tahun 2019 itu," papar LaNyalla.
Jokowi dukung aspirasi gelar pahlawan untuk pendiri Al Jam’iyatul Wasliyah
Dalam kesempatan tersebut, Presiden RI Joko Widodo sangat mendukung aspirasi yang disampaikan oleh pimpinan DPD RI yang mengusulkan agar pendiri ormas Islam Al Jam’iyatul Wasliyah mendapat gelar pahlawan nasional.
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono juga mengungkapkan, ormas Islam Al Jam’iyatul Wasliyah yang berdiri pada 30 November 1030 di Medan, Sumatera Utara itu menjadi bagian dari sejarah perjuangan melawan penjajahan di Indonesia, terutama di kurun waktu antara tahun 1930 hingga 1950.
“Mengingat ormas tersebut memiliki peran dan tujuan yang hampir sama dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, maka para pengurus Al Jam’iyatul Wasliyah berharap pemerintah juga memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada pendiri ormas tersebut,” tukas Nono Sampono.
Seperti diketahui, Al Jam’iyatul Wasliyah didirikan oleh tiga sekawan, yakni H. Ismail Banda, HM. Arsyad Thalib Lubis dan H. Abdurrahman Syihab. Hingga saat ini, ormas tersebut berpusat di Sumatera Utara dan tersebar di sebagian Pulau Sumatera serta di beberapa Provinsi di Kalimantan.
Nono Sampono juga menyampaikan perihal adanya hambatan yang terjadi di 10 Universitas Islam Negeri (UIN) yang tersebar di Indonesia terkait pembukaan program studi non agama. “Aspirasi ini kami sampaikan, mengingat pembukaan prodi di perguruan tinggi berkontribusi terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia, sesuai dengan arahan Presiden dalam beberapa kesempatan,” tandas Nono.
Ke-10 UIN tersebut masing-masing adalah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Imam Bonjol Padang, UIN Mataram, UIN Raden Intan Lampung, UIN Walisongo Semarang, UIN Sultan Thaha Saifudin Jambi, UIN Antasari Banjarmasin, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Presiden Jokowi mendukung semua materi konsultasi yang disampaikan pimpinan DPD RI sebagai bagian dari fungsi pengawasan dan representasi daerah.
“Alhamdulillah Pak Jokowi mendukung semua materi yang kami sampaikan,” tukas LaNyalla.
Terkait Opsi PLN pertahankan pembangkit listrik BBM yang mahal, DPD berharap Presiden beri atensi
Tak hanya materi tersebut di atas , wakil ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin mempertanyakan tentang kebijakan PLN di Sumatera Selatan yang menghentikan proyek konversi pembangkit listrik bahan bakar minyak ke batubara. Sementara semua studi dan kesiapan konversi tersebut telah direkomendasi untuk dijalankan.
Sultan mengatakan jika keputusan PLN untuk membangun PLTU Mulut Tambang di Sumatera Selatan dengan memanfaatkan energi murah yang tersedia di Sumatera Selatan sudah sangat tepat. Sebagai bagian dari konversi pembangkit tenaga BBM yang mahal, sehingga dapat dilakukan penghematan yang signifikan. maka dari itu, PLN juga merencanakan pembangunan jaringan transmisi interkoneksi Sumatera 275 kV termasuk gardu induk 275 kV.
“Tapi dari temuan kami, proses ini sekarang terhenti dan tidak dilanjutkan oleh PLN. Untuk itu kami mohon Bapak Presiden untuk dapat memberi perhatian terhadap hal tersebut,” urai Senator asal Bengkulu tersebut.
Ia juga menyampaikan perihal adanya kebijakan daerah yang dirasa sangat diskriminatif dan merugikan para pelaku usaha. Dikatakannya dari beberapa temuan, masih ada hambatan ekonomi dan dunia usaha yang terjadi akibat Perda, Peraturan Gubernur dan beberapa diskresi yang dikeluarkan melalui keputusan dinas di daerah.
“Hal seperti ini, terutama yang merugikan pelaku usaha, tentu bertentangan dengan semangat Presiden dalam menerbitkan Inpres nomor 7 tahun 2019 tentang percepatan kemudahan berusaha. Karena itu kami minta Bapak Presiden memberi atensi khusus, terutama kepada Mendagri untuk memperhatikan hal tersebut,” pungkas Sultan.
CM
(Yaomi Suhayatmi)