Tipu daya cerdik ini menjadi inspirasi bagi resimen militer AS dalam Perang Dunia Kedua. Pasukan Khusus Markas Besar ke-23, lebih dikenal sebagai "Tentara Hantu", terdiri dari lebih dari 1.000 orang dan ditugaskan di Eropa setelah D Day.
Tujuannya adalah untuk menipu pihak Jerman agar percaya bahwa pasukan superior hingga 30.000 pasukan tambahan tengah mengancam mereka, sehingga mengarahkan mereka untuk mengerahkan kembali pasukan ke lokasi yang menguntungkan Sekutu.
Seperti Direktorat Kamuflase Komando Timur Tengah, konsep 'Tentara Hantu' dikerjakan oleh arsitek, desainer, pekerja kreatif, hingga seniman.
Anggota terkenal Tentara Hantu termasuk fotografer Art Kane, perancang busana Bill Blass dan pelukis Ellsworth Kelly.
Antara 1944 dan 1945, Tentara Hantu melakukan 22 operasi penipuan untuk menyesatkan Jerman - dan terbukti penting dalam kemenangan akhir Sekutu atas Adolf Hitler.
Tentara Hantu menggunakan berbagai teknik penyesatan. Peralatan militer palsu termasuk ratusan tank tiup yang terlihat dari kejauhan berhasil menipu pengintaian udara Jerman.
Tim lain bertanggung jawab atas lalu lintas radio palsu, yang dimaksudkan untuk menipu penyadap Nazi.
Seperangkat pengeras suara mengeluarkan suara pergerakan pasukan dan suara pembangunan jembatan.
Anggota Tentara Hantu juga bekerja sebagai aktor, mengenakan seragam resimen yang berbeda dan berbaur di kota-kota, memberikan petunjuk tentang pergerakan pasukan dengan harapan bisa menipu mata-mata musuh.
Setelah perang berakhir, Tentara Hantu disumpah untuk merahasiakan pekerjaan mereka dan cerita tentang itu baru terbuka di tahun 1996.
Kisah kamufelur Perang Dunia Pertama, Direktorat Kamuflase Timur Tengah, dan "Tentara Hantu" AS mengungkapkan arah baru terkait gaya ilusi dalam seni.
Meskipun seniman kadang-kadang digunakan oleh militer sebelum abad ke-20 (untuk merekam topografi posisi musuh, misalnya) perang modern melibatkan trik visual seniman dengan cara yang benar-benar orisinal.
Pekerjaan mereka sangat penting dalam perang secara keseluruhan, mengingatkan kita bahwa ilusi dan penipuan, seperti yang diamati dengan bijak Sun Tzu pada abad ke-5 SM di China, selalu menjadi elemen kunci dalam "Seni Perang".
(Susi Susanti)