PERANG BUBAT tak hanya berdampak pada Kerajaan Majapahit saja, secara langsung Sunda yang menjadi korban nyaris runtuh. Raja dan para pejabatnya mati diserang pasukan Bhayangkara komando Gajah Mada. Perang ini meninggalkan luka besar bagi Kerajaan Sunda utamanya sang Patih Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang naik tahta sementara mengisi kekosongan raja Sunda yang wafat.
Tak pelak sang Patih Mangkubumi itu langsung memberikan instruksi khusus kepada rakyatnya agar tidak boleh menikah dengan orang Jawa. Dikisahkan pada buku "Perang Bubat 1279 Saka : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" dari tulisan Sri Wintala Achmad, sang raja mengeluarkan peraturan esti larangan ti kaluaran yang isinya di antaranya tidak boleh menikah dengan luar lingkungan kerabat Sunda atau dengan pihak timur dari Kerajaan Sunda, Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Kisah Raja Hayam Wuruk Jatuh Cinta kepada Dyah Pitaloka, Kecantikannya Tergambar dalam Lukisan
Hal ini lantaran sebelumnya putri raja Dyah Pitaloka Citraresmi, lebih memilih menerima pinangan Raja Hayam Wuruk dan mengindahkan beberapa pinangan yang datang dari wilayah Sunda. Pengorbanan inilah yang membuat Sunda membuat aturan itu, demi menghindari adanya Dyah Pitaloka - Dyah Pitaloka lainnya yang meneruskan hal itu.
Sementara keberanian Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa diberi julukan dari masyarakat Sunda yakni Prabu Wangi. Putra Linggabuana Wisesa yang bernama Niskala Wastu Kancana yang tidak ikut dalam rombongan diberi kehormatan sebagai raja bergelar Prabu Siliwangi, yang berarti keturunan raja yang harum namanya.
Baca juga: Tanda Misterius Kematian Rombongan Pejabat Sunda di Peristiwa Perang Bubat
Pada perjalanan sejarahnya, Prabu Siliwangi inilah yang kemudian tercatat sebagai salah satu raja paling terkenal, dalam sejarah Indonesia dan sejarah Kerajaan Pajajaran. Semenjak itu pula, hubungan diplomatik Kerajaan Sunda - Majapahit tak pernah pulih. Bahkan seluruh hubungan diplomatik Sunda - Majapahit diputus total sejak pemerintahan Prabu Siliwangi.
Bahkan konon ada satu kisah yang tertuliskan di Prasasti Horren, yang ditemukan di wilayah Kediri selatan, yang saat ini tepatnya berada di Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Wilayah Horren ini merupakan salah satu wilayah penting Kerajaan Majapahit kalau itu.