Samudera Pasai, Kerajaan yang Membuka Kejayaan Islam di Nusantara

Tim Okezone, Jurnalis
Jum'at 18 Februari 2022 06:01 WIB
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
Share :

BANYAK teori yang berkembang tentang perkiraan asal usul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Salah satu pendapat menyatakan, bahwa Kerajaan Samudera Pasai merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan pra-Islam yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut tertuang dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam Di Nusantara karya Slamet Muljana".

Di dalam buku tersebut menyatakan, bahwa Nazimuddin Al-Kamil, Laksamana laut dari Dinasti Fatimiyah di Mesir berhasil menaklukkan kerajaan Hindu Buddha yang berada di Aceh, dan menguasai salah satu daerah subur yang ada di sana yaitu Pasai.

Kemudian Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan kerajaan kecil di Pasai pada tahun 1128 M dengan nama Samudera Pasai. Alasan Dinasti Fatimiyah melakukan penaklukan terhadap Pasai sendiri adalah karena memang ingin menguasai bandar dagang yang saat itu sangat ramai di Selat Malaka.

Bukan hanya itu, Dinasti Fatimiyah juga telah mengerahkan armada perangnya untuk merebut kota Kambayat di Gujarat Arab dan menyerang penghasil lada, yakni Kampar Kanan dan Kampar Kiri di Minangkabau. Dalam ekspedisi tersebut, Nazimuddin Al-Kamil gugur dan kemudian pada tahun 1168 Dinasti Fatimiyah Mesir dikalahkan oleh tentara dari Dinasti Salahuddin yang menganut mazhab Syai’i.

Lalu muncul Dinasti Mamaluk yang menggantikan Dinasti Fatimiyah. Sama dengan pendahulunya, Dinasti Mamaluk juga berniat menguasai perdagangan di Pasai. Niat tersebut pun dilancarkan dengan mengirim pendakwah yang telah menimba ilmu di Makkah, yaitu Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad yang sebelumnya telah berdakwah di Pantai Barat India. Di Pasai, kedua utusan tersebut bertemu dengan Marah Silu (Meurah Silu), yang saat itu menjadi salah satu anggota angkatan perang Kerajaan Pasai.

Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad kemudian berhasil membujuk Marah Silu untuk memeluk Islam dan membuat kerajaan tandingan untuk Kerajaan Pasai yang akan dibantu oleh Dinasti Mamaluk di Mesir dan berganti nama menjadi Sultan Malik al-Saleh. Akhirnya Marah Silu dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Samudera yang berada di kiri dari Sungai Pasai dengan letak menghadap ke arah Selat Malaka. Namun demikian, ternyata kedua kerajaan tersebut justru bersatu menjadi Kerajaan Samudera Pasai.

Keislaman Marah Silu juga disinggungkan dalam catatan Hikayat Raja Pasai dengan memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan nama kerajaan Samudera dan menyuruh agar daerah tersebut diislamkan oleh sahabat Nabi.

Dan bisa ditarik kesimpulan, bahwa ada kemungkinan Islam telah masuk ke Nusantara tidak lama setelah Nabi Muhammad SAW wafat yakni (abad pertama Hijriah atau abad ke 7-8 M), atau bahkan muncul kemungkinan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Makkah. Hal itu terungkap dari buku "Ensiklopedia Kerajaan Islam Di Indonesia, Binuko Amarseto".

Diketahui, Kerajaan Samudera Pasai terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih terletak di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Menurut catatan Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) dari Ibnu Batutah, kerajaan Samudera mengalami perkembangan pesat, bahkan bisa dikatakan berada dalam masa kejayaan di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir. Hal ini ditandai dengan aktivitas perdagangan yang sudah maju, ramai, dan sudah menggunakan koin emas sebagai alat pembayaran.

Ditambah lagi, posisi Kerajaan Pasai yang berada di aliran lembah sungai juga membuat tanah pertanian menjadi subur sehingga padi yang ditanam oleh penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 bisa dipanen dua kali setahun.

Sultan Muhammad Malikul Zahir dikaruniai dua orang putra, yaitu Malikul Mahmud dan Malikul Mansur. Ketika Sultan Muhammad Malikul Zahir wafat karena sakit, kerajaan dipegang oleh ayahnya, Sultan Malik Al Salih, yang juga memimpin kerajaan Samudera. Karena masih terlalu muda, maka kedua putra Sultan Malikul Zahir dititipkan.

Setelah kedua putra tersebut dianggap layak untuk memimpin kerajaan, maka Sultan Malik al-Salih menyerahkan tampuk kekuasaan kepada kedua putra Muhammad Malikul Zahir, di mana diputuskan Malikul Mahmud memimpin kerajaan Pasai, dan Malikul Mansur memimpin kerajaan Samudera, sesuai dengan hasil musyawarah para ulama dan para petinggi kerajaan.

Namun hubungan antara keduanya tidak berlangsung harmonis, karena diam-diam Malikul Mansur tertarik kepada istri Malikul Mahmud. Malikul Mansur kemudian diusir dari kerajaan dan meninggal ketika berada dalam perjalanannya. Akhirnya kerajaan Samudera dan Kerajaan Pasai pun menjadi satu kerajaan yang dikenal sebagai kerajaan Samudera Pasai dengan Malikul Mahmud sebagai rajanya.

Pada tahun 1346 terjadi pergantian kekuasaan dari sultan Malikul Mahmud kepada putranya yaitu Ahmad Permadala Permala dengan gelar kehormatan Sultan Ahmad Malik al-Zahir. Dalam sebuah catatan dituliskan bahwa Sultan Ahmad Malik al-Zahir memiliki lima orang anak, tiga putra dan dua putri. Ketiga putra itu adalah Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil dan Tun Abdul Fadil, sementara kedua putrinya adalah Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara.

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya