Sesudah abad ke XIV tidak terdapat bukti-bukti lagi mengenai perkembangan Tantrayana itu. Kemungkinan setelah mengalami perkembangan di Jawa, Sumatra, maupun di Bali, Tantrayana setelah abad XIV mengalami kemunduran bahkan punah.
Kitab yang memuat ajaran Tantrayana antara lain, Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara. Tantrayana berkembang luas sampai ke Cina, Tibet, dan Indonesia.
"Dari Tantrisme munculah suatu faham “Bhirawa” atau “Bhairawa” yang artinya hebat,"ucapnya.
Sekitar abad XIII Tantrayana Siwa Tantra atau Siwa Bhairawa berkembang luas di Bali. Tantrayana pernah berkembang luas di Indonesia khususnya di Bali dalam bentuknya Siwa Tantra atau lebih dikenal dengan Siwa Bhairawa.
Perkembangannya telah mulai terlihat di Bali sejak pemerintahan raja Dharma Udayana Warmadewa yang didampingi permaisurinya Mahendradhatta pada lebih kurang abad X.
Dalam hal ini Mahendradhatta sebagai Calon Arang atau Rangda ing Girah bersama murid-muridnya sebagai penganut Tantrayana memuja Dewi Durga untuk mendapatkan ilmu gaib, kesaktian agar terkabul segala kehendaknya.
"Cerita Calon Arang yang sangat terkenal di Bali dihubungkan dengan kehidupan Mahendradhatta," katanya.
Di dalam Lontar Calon Arang diuraikan bagaimana memuja Hyang Bhairawi atau Dewi Durga untuk mendatangkan pageblug atau wabah penyakit di dalam negeri Kerajaan Airlangga. Calon arang dan muridnya menari-nari di atas mayat-mayat yang telah dihidupkan kembali untuk persembahan Dewi Durga sebagai korban agar semua kehendaknya bisa dikabulkan.
(Khafid Mardiyansyah)