Sejarah Hari Ini: Diktator Filipina Ferdinand Marcos Melarikan Diri ke Hawaii

Rahman Asmardika, Jurnalis
Jum'at 25 Februari 2022 01:01 WIB
Ferdinand Marcos. (Foto: Rogue)
Share :

PADA 25 Februari 1986, Diktator Filipina Ferdinand Marcos di bawah tekanan dari Amerika Serikat (AS) melarikan diri dari negaranya ke Hawaii, mengakhiri pemerintahan dua dekadenya yang dipenuhi korupsi, kebrutalan, dan opresi.

Ferdinand Marcos, seorang pengacara dan politikus, memerintah Filipina setelah kemenangan dalam pemilihan umum 1965.

BACA JUGA: Umumkan Status Darurat Militer, Ferdinand Marcos Kukuhkan Kekuasaan di Filipina

Dia mengejar program pembangunan infrastruktur yang didanai pinjaman luar negeri, membuatnya populer di kalangan rakyat Filipina selama sebagian besar masa pemerintahan pertamanya. Namun, utang akibat program-programnya memicu krisis ekonomi parah di Filipina pada akhir 1969, sesaat sebelum Marcos kembali terpilih untuk masa jabatan kedua.

Pada 1970-an, situasi ekonomi Filipina berada di tingkat terparah akibat berbagai faktor, termasuk utang-utang luar negerinya. Kondisi itu mendorong meningkatnya tingkat kejahatan, ketidakpuasan, dan pemberontakan kaum komunis. Demonstrasi juga marak terjadi dan menyebabkan jatuhnya korban.

Isu akan terjadinya kudeta dan keadaan yang semakin tak stabil membuat Marcos akhirnya mengambil langkah ekstrem. Dengan alasan meningkatnya pemberontakan, pengeboman dan upaya pembunuhan terhadap Menteri Pertahanan Filipina, Juan Ponce Enrile, pada 17 September 1972 Marcos mengumumkan diberlakukannya status darurat militer yang membuatnya memiliki kontrol atas militer Filipina.

BACA JUGA: Diktator Filipina Ferdinand Marcos Memecahkan Rekor Dunia Palsu Berkat Facebook

Marcos memerintah dengan tangan besi, menggunakan militer untuk membasmi pihak-pihak yang menentangnya. Kepolisian Filipina pun digunakan untuk menangkapi para aktivis oposisi dan pengkritik pemerintah.

Tentara melakukan penyiksaan terhadap para korban dengan metode yang tidak manusiawi termasuk pemukulan, pemerkosaan, penyetruman, dan mutilasi. Banyak lembaga swasta khususnya media yang kritis terhadap pemerintah ditutup.

Di bawah status darurat militer, terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang meluas di Filipina, dengan lebih dari 70 ribu kasus pelanggaran HAM yang diajukan selama periode tersebut.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya