Pada Maret lalu, AS dan Inggris mengatakan mereka akan melarang minyak Rusia. Sedangkan Uni Eropa (UE) telah berupaya untuk mengakhiri ketergantungannya pada gas Rusia, karena Barat meningkatkan respons ekonomi terhadap invasi ke Ukraina.
Pada saat itu, Presiden AS Joe Biden mengatakan langkah itu menargetkan "arteri utama ekonomi Rusia".
Ekspor energi merupakan sumber pendapatan penting bagi Rusia, tetapi langkah tersebut juga kemungkinan akan berdampak pada konsumen Barat.
Pekan lalu, sebuah laporan oleh lembaga think tank Center for Research on Energy and Clean Air mengatakan Rusia memperoleh hampir USD100 miliar (Rp1.496 triliun) pendapatan dari ekspor bahan bakar fosil dalam 100 hari pertama invasi negara itu ke Ukraina, meskipun terjadi penurunan ekspor di bulan Mei.
Uni Eropa membuat 61% dari impor ini, bernilai sekitar USD59 miliar (Rp883 triliun).
Secara keseluruhan, ekspor minyak dan gas Rusia turun dan pendapatan Moskow dari penjualan energi juga menurun dari puncaknya lebih dari USD1 miliar (Rp15 triliun) per hari di Maret lalu.